Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suksesi Kapolri Jenderal Sutarman

Kompas.com - 25/12/2013, 16:03 WIB
Dani Prabowo

Penulis

Faktor mantan ajudan menjadi salah satu faktor penentu yang menyebabkan seorang kandidat berpotensi menjadi Kapolri baru. Pasalnya, seorang ajudan memiliki kedekatan personal tersendiri dengan presiden. Sehingga, ia memiliki kans yang lebih besar daripada calon lain.

Faktor terakhir yakni terkait tahun angkatan. Sebelum Sutarman terpilih sebagai Kapolri, Presiden terlebih dahulu mengajukan Jenderal TNI Moeldoko sebagai calon tunggal Panglima TNI ke DPR RI. Moeldoko merupakan rekan satu angkatan Sutarman di Akademi Militer. Sudah menjadi sebuah rahasia umum jika Panglima TNI dan Kapolri harus dipegang oleh angkatan yang sama. Hal itu ditunjukkan ketika Polri dipimpin Timur. Saat itu, Panglima TNI dipegang oleh Laksamana TNI (Purn) Agus Suhartono yang sama-sama lulusan Akademi Militer 1978.

Namun, polemik mengenai pergantian Kapolri berhenti ketika SBY akhirnya mengajukan nama Sutarman untuk menjalani uji kepatutan dan kelayakan ke DPR RI. Sutarman akhirnya terpilih menjadi Kapolri yang baru dan secara resmi menempati jabatan tersebut setelah serah terima jabatan pada 25 Oktober 2013.

Harapan Masyarakat

Di bawah kepemimpinan Kapolri yang baru, Polri diharapkan dapat segera berbenah diri. Tak sedikit masyarakat yang menilai jika institusi baju coklat tersebut masih banyak dirundung persoalan. Apa saja persoalan tersebut?

Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat, setidaknya terdapat 1.064 kasus kekerasan yang terjadi selama masa kepemimpinan Timur Pradopo. Kekerasan tersebut terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. Angka itu terdiri dari 112 kasus kekerasan pada 2011, 448 kasus kekerasan pada 2012, dan 504 kasus kekerasan pada tahun 2013. Kontras berharap agar Sutarman dapat meminimalisir kasus kekerasan yang terjadi.

Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi berharap, agar kerja sama penanganan kasus korupsi dapat meningkat. Pasalnya, sampai saat ini tak semua kasus korupsi dapat ditangani oleh lembaga antirasuah tersebut. Hal itu mengingat minimnya jumlah penyidik yang dimiliki oleh KPK.

Saat pelantikan Sutarman, Ketua KPK Abraham Samad berharap agar Polri dapat meningkatkan sinergitas kerja samanya. Dengan demikian, konflik antara KPK dan Polri di masa lalu tak terulang kembali. Seperti diketahui, konflik KPK-Polri sudah dimulai sejak kasus Cicak Vs Buaya semasa Kabareskrim dijabat oleh Susno Duadji. Belakangan, konflik berulang ketika KPK mengusut kasus dugaan korupsi di Korps Lalu Lintas Polri.

Di sisi lain, Kompolnas berharap Polri dapat membenahi standar pengawasan internal anggota, khususnya penyidik yang menangani perkara korupsi di daerah. Seperti diketahui, Polri mengklaim, jika hingga akhir September 2013 lalu telah merampungkan 641 kasus korupsi. Namun, dari ratusan perkara yang telah diselesaikan, jarang terdengar penanganan kasus tersebut terpublikasikan.

Berbeda dengan KPK yang terlihat selalu memberikan informasi perkembangan penanganan kasus korupsi. Penyidikan kasus korupsi yang ditangani Polri justru terkesan tertutup. Tak pelak, tidak sedikit masyarakat yang menilai Polri ikut bermain dalam penanganan kasus korupsi.

Sementara itu, dalam jangka pendek, Polri harus dihadapkan dengan persoalan pengamanan Pemilu 2014. Polri diharapkan dapat bersikap netral pada pesta demokrasi 2014 itu.

Tak hanya soal netralitas, Polri juga dituntut untuk dapat menciptakan kondisi yang aman saat pelaksanaan Pemilu 2014. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sendiri telah mengingatkan ancaman bahaya pergerakan teroris menjelang Pemilu 2014. Jika teroris berhasil melancarkan aksinya, maka stabilitas keamanan negara akan terganggu. Untuk itu, diperlukan deteksi dini yang maksimal oleh Polri.

Selain itu, Polri juga harus meningkatkan kerja sama dengan BNPT, TNI, dan Badan Intelijen Negara dalam menanggulangi persoalan ancaman teroris ini.

Terakhir yang tak kalah penting, Polri harus segera mengungkap kasus penembakan yang terjadi terhadap anggota kepolisian oleh orang tak dikenal beberapa waktu lalu di kawasan Tangerang Selatan, Kuningan, dan Depok. Seperti diketahui, setidaknya terjadi lima kali kasus penembakan antara bulan Juli hingga September 2013. Dari enam polisi yang ditembak, empat di antaranya meninggal dunia.

Sejumlah orang yang diduga merupakan bagian dari kelompok pelaku penembakan ditangkap. Namun, tak ada dari mereka yang ditangkap merupakan pelaku utama yang kini masuk Daftar Pencarian Orang (DPO). DPO tersebut adalah Nurul Haq alias Jeck (28) dan Hendi Albar (30).

Kasus penembakan terhadap polisi merupakan kasus penting. Pasalnya, sasaran pelaku merupakan instansi yang notabene bertugas melindungi masyarakat. Jika instansi tersebut tak dapat menangkap aktor utama, maka tidak menutup kemungkinan instansi lain atau justru masyarakat yang akan menjadi korban selanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Muhammadiyah Tak Menolak Izin Kelola Tambang, Masih Lakukan Kajian

Muhammadiyah Tak Menolak Izin Kelola Tambang, Masih Lakukan Kajian

Nasional
Kantor Presiden di IKN Bisa Digunakan Jokowi Pada Juli

Kantor Presiden di IKN Bisa Digunakan Jokowi Pada Juli

Nasional
Data di 282 Layanan Kementerian/Lembaga Hilang Imbas Peretasan PDN, Hanya 44 yang Punya 'Back Up'

Data di 282 Layanan Kementerian/Lembaga Hilang Imbas Peretasan PDN, Hanya 44 yang Punya "Back Up"

Nasional
Bansos Presiden Pun Dikorupsi, Negara Rugi Rp 125 M

Bansos Presiden Pun Dikorupsi, Negara Rugi Rp 125 M

Nasional
Saat PPATK Ungkap 1.000 Lebih Anggota Dewan Main Judi Online

Saat PPATK Ungkap 1.000 Lebih Anggota Dewan Main Judi Online

Nasional
Hari Ini, Emirsyah Satar Jalani Sidang Tuntutan Pengadaan Pesawat di Maskapai Garuda

Hari Ini, Emirsyah Satar Jalani Sidang Tuntutan Pengadaan Pesawat di Maskapai Garuda

Nasional
Hari Ini, Sosok yang Ancam 'Buldozer' Kemenkominfo Jalani Sidang Vonis Perkara BTS 4G

Hari Ini, Sosok yang Ancam "Buldozer" Kemenkominfo Jalani Sidang Vonis Perkara BTS 4G

Nasional
Pakar IT Sebut Pemblokiran Tak Efektif Tuntaskan Persoalan Judi Online

Pakar IT Sebut Pemblokiran Tak Efektif Tuntaskan Persoalan Judi Online

Nasional
Basmi Judi Online: Urgen Penindakan, Bukan Pencegahan

Basmi Judi Online: Urgen Penindakan, Bukan Pencegahan

Nasional
Ungkap Alasan Ingin Maju Pilkada Jakarta, Sudirman Said Mengaku Dapat Tawaran dari Sejumlah Partai

Ungkap Alasan Ingin Maju Pilkada Jakarta, Sudirman Said Mengaku Dapat Tawaran dari Sejumlah Partai

Nasional
Respons PDI-P, Nasdem, dan PKB Usai Duet Anies-Sohibul Iman Diumumkan

Respons PDI-P, Nasdem, dan PKB Usai Duet Anies-Sohibul Iman Diumumkan

Nasional
Sudirman Said Mengaku Ingin Maju Pilkada Jakarta Bukan untuk Jegal Anies

Sudirman Said Mengaku Ingin Maju Pilkada Jakarta Bukan untuk Jegal Anies

Nasional
Peretasan Data Bais TNI, Kekhawatiran Bocornya Hal Teknis dan Operasi

Peretasan Data Bais TNI, Kekhawatiran Bocornya Hal Teknis dan Operasi

Nasional
Momen Jokowi Sapa Warga hingga Minum Es Teh di Mal Kota Palangkaraya

Momen Jokowi Sapa Warga hingga Minum Es Teh di Mal Kota Palangkaraya

Nasional
Gagal Lawan Peretas PDN, Pemerintah Pasrah Kehilangan Data Berharga

Gagal Lawan Peretas PDN, Pemerintah Pasrah Kehilangan Data Berharga

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com