Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memaknai Hari Antikorupsi ...

Kompas.com - 09/12/2013, 18:48 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com- Hari ini, 9 Desember, warga dunia memperingatinya sebagai hari anti- korupsi. Peringatan ini menandai bahwa masyarakat internasional pun gerah dengan masih adanya korupsi di muka bumi ini.

Dua hari lalu, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-Moon meminta masyarakat dunia agar kian memerangi korupsi. Masalah korupsi disebutkannya sebagai makin mendesak lagi untuk ditangani.

Akibat korupsi, oleh Sekjen PBB dikatakan bukan hanya diukur dari uang negara miliaran dollar dan sumber daya yang dicuri. Namun, lebih dari itu. Yang menyedihkan adalah tak adanya rumah sakit, sekolah, air bersih, jalan, dan jembatan yang mungkin bisa dibangun dengan uang itu serta dapat mengubah nasib banyak keluarga ataupun anggota masyarakat.

Korupsi merusak peluang serta menciptakan ketidaksamaan, merusak hak asasi manusia dan pemerintahan yang baik. Korupsi juga menghambat pertumbuhan ekonomi, menyelewengkan pasar, dan menambah parah masalah lingkungan hidup. Korupsi berpangkal dari kerakusan dan kemenangan sesaat segelintir orang yang tidak demokratis atas harapan banyak orang. Hal ini bisa dihindari, antara lain, dengan terus mengembangkan keberanian publik untuk bersikap antikorupsi.

Pelaku korupsi di negeri ini sebagian besar adalah aparatur negara dan politisi yang rakus dan tidak demokratis. Rakus karena dari sisi kesejahteraan, seperti Gayus Tambunan, (mantan) pegawai pajak yang kasus korupsinya amat fenomenal, adalah pegawai negeri sipil (PNS) yang memiliki penghasilan di atas PNS lainnya, dengan pemberian renumerasi yang tinggi sesuai kebijakan pemerintah.

Tak demokratis karena terbukti politisi yang terjerat korupsi memakai uangnya itu untuk memperkuat posisinya atau membeli suara agar terpilih kembali atau menjadi kepala daerah. Uang hasil korupsi juga menjadi modal berkiprah dalam dunia politik.

Berbagai lembaga yang peduli dengan pemberantasan korupsi, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menempatkan lima lembaga yang paling korup di negeri ini. Lembaga itu adalah kepolisian, parlemen, partai politik, kejaksaan, dan PNS. Kondisi ini jelas memprihatinkan, karena kelima lembaga itulah yang seharusnya berdiri di depan.

Meski ada kenaikan, indeks persepsi korupsi negeri ini tak banyak beranjak, dari nilai 28 atau 30 pada tahun-tahun yang lalu menjadi 32 pada 2013. Indonesia tetap masuk dalam negara yang korupsinya masih tinggi, sesuai indeks yang dikeluarkan Transparency International.

Perlawanan terhadap korupsi perlu dibarengi dengan menumbuhkan kesadaran bersama bahwa korupsi itu tak hanya merugikan, tetapi bisa mematikan rakyat. Tidak ada yang diuntungkan dalam korupsi.

Bagi rakyat, korupsi menutup peluang mereka untuk tumbuh dalam kesejahteraan. Bagi pelaku korupsi, jelas terlihat selama ini mereka dan keluarganya akan dipermalukan di masyarakat. Tidak ada keluarga koruptor yang berani dengan kepala tegak tampil di masyarakat. Meski tersenyum menyambutnya, dalam benak masyarakat tetap menilai mereka sebagai keluarga koruptor.

Sidang Majelis Umum PBB pada 30 Oktober 2003 mengesahkan Konvensi PBB mengenai Antikorupsi. Hari ini, 9 Desember, ditetapkan menjadi Hari Antikorupsi Internasional. Mari bersama bergandeng tangan melawan korupsi di mana pun itu. (

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Anggota DPR-nya Minta 'Money Politics' Dilegalkan, PDI-P: Cuma Sarkas

Anggota DPR-nya Minta "Money Politics" Dilegalkan, PDI-P: Cuma Sarkas

Nasional
Duit Rp 5,7 Miliar Ditjen Holtikultura Kementan Diduga Dipakai untuk Keperluan SYL

Duit Rp 5,7 Miliar Ditjen Holtikultura Kementan Diduga Dipakai untuk Keperluan SYL

Nasional
Pengamat Nilai Ada Niat Menjaga Kekuasaan yang Korup di Balik Revisi UU Penyiaran

Pengamat Nilai Ada Niat Menjaga Kekuasaan yang Korup di Balik Revisi UU Penyiaran

Nasional
Istana Beri Santunan untuk Warga yang Terdampak Hempasan Heli Jokowi

Istana Beri Santunan untuk Warga yang Terdampak Hempasan Heli Jokowi

Nasional
Profil Juri Ardiantoro, Timses Prabowo-Gibran yang Jadi Stafsus Jokowi

Profil Juri Ardiantoro, Timses Prabowo-Gibran yang Jadi Stafsus Jokowi

Nasional
Pimpinan Komisi II DPR Sebut 70 Persen Komisioner KPU Se-Indonesia 'Tidak Layak Pakai'

Pimpinan Komisi II DPR Sebut 70 Persen Komisioner KPU Se-Indonesia "Tidak Layak Pakai"

Nasional
Bahas Kerja Sama Keamanan dengan Turkiye, Menko Polhukam Bicara Penanggulangan Terorisme hingga Kepolisian

Bahas Kerja Sama Keamanan dengan Turkiye, Menko Polhukam Bicara Penanggulangan Terorisme hingga Kepolisian

Nasional
Kunjungan ke Sultra, Komisi III DPR Ingin Cek Dugaan Praktik Mafia Tambang Ilegal

Kunjungan ke Sultra, Komisi III DPR Ingin Cek Dugaan Praktik Mafia Tambang Ilegal

Nasional
Soal Revisi UU MK, Disebut 'Jurus Mabuk' Politisi Menabrak Konstitusi

Soal Revisi UU MK, Disebut "Jurus Mabuk" Politisi Menabrak Konstitusi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com