JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat intelijen Suripto menilai Indonesia akan sulit menangkal penyadapan dari negara lain, seperti Amerika Serikat dan Australia. Sebab, teknologi Indonesia masih kalah canggih dengan negara tersebut.
"Kalau kita punya teknologi yang lebih canggih dari Amerika, tentu saja kita bisa melakukan counter. Tapi kalau kita enggak punya IT yang canggih, maka tetap saja kita menjadi korban dari penyadapan," kata Suripto di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (20/11/2013).
Selain masalah peralatan, menurutnya, Indonesia juga masih kurang dari sisi sumber daya manusia (SDM). Untuk itu, Pemerintah Indonesia harus tetap waspada dan beranggapan bahwa ponselnya disadap.
"Di samping peralatan juga pengetahuan, artinya SDM. Pertama, semua penyadapan bisa canggih itu karena penyadapan menggunakan satelit dan sekarang satelit itu punya siapa? Mesti ke Amerika. Kalau ke Amerika tentu saja memberikan informasi dan mereka bisa menyadapnya," kata dia.
Adapun menurut Kepala Badan Intelijen Negara Marciano Norman, pejabat pemerintah tetap harus berpikir bahwa komunikasinya selalu disadap. Dengan demikian, materi pembicaraan akan dibatasi, terutama terkait pembicaraan penting.
"Kita harus selalu beranggapan kita ada yang sadap sehingga kita batasi pembicaraan dari saluran telepon terbuka itu. Mungkin saja telepon bisa disadap, tapi substansinya dari pembicaraan kita, isi bicara kita belum tentu dia bisa mengerti. Bisa dengan sandi-sandi. Dia boleh menyadap, tapi dia belum tentu bisa membuka apa yang kita bicarakan," kata Marciano.
Seperti diberitakan, hubungan Indonesia dan Australia kembali memanas setelah media Australia dan Inggris memuat dokumen rahasia yang dibocorkan mantan pegawai kontrak Badan Keamanan Nasional AS (NSA), Edward Snowden. Dalam dokumen itu terungkap bahwa dinas intelijen Australia, DSD, telah menyadap telepon seluler para pejabat tinggi Indonesia, termasuk Presiden dan Ny Ani Yudhoyono, pada Agustus 2009.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.