Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kenapa Presiden Baru Bereaksi Ketika Ada Nama Bu Ani di Daftar Sadap?"

Kompas.com - 19/11/2013, 05:58 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pakar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mempertanyakan reaksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono soal penyadapan, yang baru dilakukan setelah telepon Ani Yudhoyono masuk daftar telepon yang disadap oleh intelijen Australia. Sebelumnya, reaksi atas penyadapan oleh Amerika bahkan nyaris tak terdengar.

"Bukankah Indonesia milik rakyat Indonesia bukan sekadar milik Pak SBY dan Ibu Ani?" kata Hikmahanto dalam keterangan tertulisnya, Selasa (19/11/2013) dini hari. Sebagaimana diketahui, Badan Intelijen Australia menyadap percakapan telepon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ani Yudhoyono, dan sejumlah menteri di kabinet.

Dokumen rahasia yang dibocorkan mantan pegawai CIA dan kini menjadi buron Amerika Serikat, Edward Snowden, menunjukkan bahwa Presiden SBY dan sembilan orang lingkaran dalamnya telah menjadi target penyadapan Australia.

Dokumen yang diperoleh stasiun televisi Australian Broadcasting Corporation (ABC) dan surat kabar The Guardian memperlihatkan bahwa Badan Intelijen Australia melacak aktivitas telepon SBY selama 15 hari pada Agustus 2009 saat Kevin Rudd masih menjabat sebagai Perdana Menteri Australia.

Dokumen yang dikategorikan "top secret" ini dibuat oleh badan intelijen elektronik Australia, the Defence Signals Directorate (DSD), atau yang sekarang dinamai Australian Signals Directorate. Informasi rahasia terbaru ini menunjukkan untuk pertama kalinya sejauh mana penyadapan Australia dilakukan terhadap Pemerintah Indonesia.

Moto DSD, yang tertulis "Bongkar rahasia mereka, lindungi milik kita", menunjukkan bagaimana intelijen Australia secara aktif mencari cara sebagai strategi jangka panjang mereka untuk terus bisa memonitor aktivitas percakapan telepon SBY.

Telepon yang disadap termasuk milik Ibu Negara Ani Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono yang berada di Australia minggu lalu, mantan wakil Jusuf kalla, Juru bicara Kepresidenan Dinno Patti Djalal, Andi Mallarangeng, Hatta Rajasa, Sri Mulyani Indrawati, Widodo Adi Sucipto, dan Sofyan Djalil. Nama mereka tertulis beserta merek dan tipe ponsel masing-masing.

Salah satu dokumen berjudul "3G Impact and update" menunjukkan sejumlah bagan yang berusaha dipetakan Australia mengenai peluncuran teknologi 3G di Indonesia dan seluruh Asia Tenggara.

Dokumen itu juga mencatat bagaimana DSD memonitor aktivitas percakapan SBY melalui ponsel Nokia. Salah satu halaman berjudul "Indonesian President voice events" menjelaskan apa itu CDR, yaitu semua rekaman data yang bisa memonitor siapa yang ditelepon dan menelepon.

Setidaknya, ada satu kejadian di mana intelijen Australia berusaha menyadap percakapan telepon SBY. Namun, menurut catatan di bagian bawah halaman itu, percakapan berlangsung kurang dari satu menit sehingga tidak cukup untuk mendengar secara utuh.

Bocoran terbaru informasi spesifik dan target penyadapan telepon orang nomor satu di Indonesia diprediksikan akan meningkatkan ketegangan antara Indonesia dan Australia.

(Srihandriatmo Malau/Willy Widianto)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com