JAKARTA, KOMPAS.com — Selain disangka melakukan tindak pidana korupsi, Ketua Mahkamah Konstitusi nonaktif Akil Mochtar juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang dengan menggunakan perusahaan yang dikendalikan kerabat dekatnya di Pontianak, Kalimantan Barat.

Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan rekening perusahaan, yang diduga menjadi tempat Akil menyamarkan asal-usul perolehan dana tersebut, yang besarnya mencapai
Rp 100 miliar.

KPK pun bakal menjerat Akil dengan tindak pidana pencucian uang, selain dengan pasal-pasal tindak pidana korupsi yang telah disangkakan sebelumnya.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah bergerak cepat menelisik sejumlah rekening mencurigakan terkait dengan kasus suap dalam penanganan sengketa pemilihan umum kepala daerah di MK ini.

Informasi yang diperoleh Kompas menyatakan, penyidik KPK, saat ini, tengah menelusuri upaya penyamaran aliran dana. Pelacakan aset-aset dan harta kekayaan yang dikuasai orang dekat Akil tengah dilakukan. KPK telah mengetahui, ada sebuah perusahaan yang diduga menjadi tempat Akil ”mengumpulkan” uang untuk kemudian menyamarkan asal-usul perolehannya.

Perusahaan ini berinisial RS dan diketahui berkantor di Pontianak dan baru berdiri tahun 2010. Komisaris atau direksi perusahaan adalah kerabat terdekat Akil. Rekening perusahaan ini tersimpan di dua bank BUMN dengan nilai Rp 100 miliar.

Juru Bicara KPK Johan Budi SP menyatakan bahwa KPK telah berkoordinasi dengan PPATK.

”KPK berkoordinasi dengan PPATK, untuk mengecek apakah ada transaksi mencurigakan,” kata Johan.

Kalau dari hasil analisis transaksi mencurigakan ditemukan yang berhubungan dengan kasus yang ditangani KPK, PPATK bisa memberikannya kepada KPK.

Kepala PPATK Muhammad Yusuf membenarkan bahwa pihaknya telah bergerak cepat merespons kasus ini. Namun, Yusuf masih enggan membeberkan lebih rinci. ”Tunggu waktu yang tepat. Beri kesempatan kami ’bergerak cepat’,” kata Yusuf.

KPK kemarin juga memeriksa orang-orang yang berada di
lingkaran terdekat Akil semasa menjadi Ketua MK, seperti ajudan dan sopir. KPK memeriksa 4 ajudan dan 2 sopir. Namun, seorang ajudan Ketua MK, yaitu Muhammad Bashir, dan seorang sopir, Daryono, dilaporkan tak memenuhi panggilan pemeriksaan KPK kemarin.

Sekretaris transfer uang

Dalam sidang perdana Majelis Kehormatan Hakim (MKH) MK yang digelar terbuka di Gedung MK, semalam, Yuanna Sisilia, Sekretaris Ketua MK nonaktif Akil Mochtar, menyatakan pernah diminta Akil mentransfer uang sebanyak Rp 500 juta ke rekening yang bersangkutan. Akil juga kerap menyuruh Yuanna mentransfer dana dalam jumlah besar, berkisar Rp 50 juta sampai Rp 100 juta.

”Tapi, itu sebelum Bapak (Akil) menjadi ketua. Setelah menjadi ketua, saya tidak pernah diminta lagi untuk melakukan transaksi perbankan,” kata Yuanna yang sudah empat tahun bekerja sebagai sekretaris Akil.

Ketika ditanya, apakah uang yang dititipkan secara tunai adalah gaji pegawai, Yuanna menjawab tidak. Pasalnya, gaji dibayarkan melalui transfer dengan nominal sekitar Rp 40 juta.

Semua anggota MKH hadir dalam pemeriksaan ini, yakni hakim konstitusi Harjono, Wakil Ketua Komisi Yudisial Abbas Said, mantan Ketua MK Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan, dan Guru Besar Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana.