Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Saya Disetrum dan Diinjak untuk Mengaku...

Kompas.com - 02/10/2013, 19:55 WIB
Rahmat Fiansyah

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Marni (49) tak kuasa menahan air mata usai menceritakan kasus yang menimpa anaknya angkatnya, FR. Bersama dengan ketiga temannya, yakni F, BF, dan AP, bocah itu mendekam di hotel prodeo karena dituding melakukan pengeroyokan yang mengakibatkan kematian Dicky Maulana.

Dicky Maulana adalah teman sesama pengamen yang ditemukan tewas di kolong jembatan layang di kawasan Cipulir, Jakarta Selatan, pada hari Minggu (30/6/2013). Marni yang datang ke kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Menteng, Rabu (2/10/2013), percaya anaknya tidak bersalah. Ia mengaku mengajarkan anaknya untuk selalu berkata jujur sejak masih belia.

Dengan demikian, Marni yakin anak tersebut dipaksa mengakui perbuatan yang tidak dilakukan olehnya. "Saya tanya ke teman-temannya yang ditangkap terus dibebasin. Apa saja yang dilakuin polisi di dalam. Mereka bilang di dalam disiksa, dijambak, disetrum, diinjak-injak kepalanya untuk ngaku," kata Marni.

Marni menceritakan, saat diinterogasi, anaknya beserta dengan teman-temannya disetrum dari belakang apabila menjawab tidak sesuai dengan yang diinginkan penyidik. Belakangan, dalam BAP, keempat anak tersebut memang mengakui bahwa mereka membunuh Dicky. Padahal, seperti yang dituturkan Marni, keempat anak tersebut mengatakan mereka tidak melakukannya.

Mereka sudah menemukan Dicky dalam keadaan sekarat dengan berbagai luka tusukan sebelum akhirnya memutuskan melapor ke polisi. "Saya minta tolong ini disampaikan kepada Bapak SBY, bapak-bapak di DPR, MPR, MA. Kepada Bapak Marzuki Alie, Ketua DPR, bagaimana kalau anak bapak yang dibegitukan? Kami orang kecil, enggak bisa nyuap-nyuap hakim," pintanya.

Penyidikan dengan penyiksaan di Polda Metro Jaya dikatakan bukanlah isapan jempol. Menurut Johanes Gea, penasihat hukum dari LBH Jakarta, yang mendampingi keempat anak tersebut, penyiksaan itu sudah terungkap jelas di dalam persidangan.

"Tapi, majelis hakim mengesampingkan fakta-fakta itu," tuturnya.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Erni (19), kakak kandung BF. Erni yang justru mengetahui informasi bahwa adiknya ditangkap dari media itu percaya bahwa adiknya tak bersalah. Ia menyatakan bahwa dalam proses persidangan banyak sekali kejanggalan-kejanggalan yang terjadi.

Begitu juga dengan bukti-bukti yang menjadi dasar putusan bersalah adiknya tersebut dinilainya sangat lemah. Atas dasar keyakinan itulah, ia menegaskan bahwa dirinya akan terus memperjuangkan nasib adiknya itu. Keadilan, kata dia, adalah hak semua orang, terlepas dari status ekonomi sosial.

"Perjuangan ini kami lakukan karena kami percaya bahwa kami benar. Kalau adik saya bersalah, saya rela kalau adik saya dihukum mati sekalipun," katanya.

Sapori (30), orangtua dari F, dan Samosir (50), orangtua dari AP, juga menyatakan keyakinan yang sama bahwa anak mereka tidak bersalah. Sapori misalnya, ia mengeluhkan sikap hakim yang mengabaikan fakta di persidangan. Sementara Samosir menegaskan akan terus memperjuangkan anaknya karena tidak bersalah. Bahkan, ia yakin anaknya akan bebas karena putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut cacat hukum.

"Kenapa pada saat membacakan putusan, hakim (Suhartono) suaranya tidak kedengaran sama sekali? Kalau dia merasa yakin benar, kenapa dia takut membeberkan suaranya?" tanya Samosir yang mengenakan kemeja abu-abu itu.

Seperti diketahui, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis kepada empat pengamen pada hari Selasa (1/10/2013). Keempat pengamen tersebut masing-masing FP dijatuhi 4 tahun hukuman penjara, BF dihukum 3 tahun, F dihukum 3,5 tahun, dan AP dikenakan hukuman 3 tahun penjara.

Majelis hakim menilai mereka dianggap terbukti melakukan pidana sesuai dakwaan primer Pasal 338 jo Pasal 55 Ayat 1 KUHP. Mereka dianggap terlibat melakukan pengeroyokan yang berakhir pada hilangnya nyawa Dicky Maulana.

Johanes Gea mengatakan bahwa putusan yang dijatuhkan Hakim Ketua Pengadilan Tinggi Suhartono kepada empat anak tersebut cacat hukum. Majelis hakim ditengarai merekayasa proses peradilan karena tidak mampu menghadirkan bukti-bukti yang kuat.

"Kalau tidak ada bukti-bukti yang meyakinkan, seharusnya jangan dihukum," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Nasional
Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Nasional
Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Nasional
Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Nasional
Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

Nasional
Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Nasional
Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Nasional
Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

Nasional
Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

Nasional
KPU Tak Masalah Caleg Terpilih Dilantik Belakangan Usai Kalah Pilkada

KPU Tak Masalah Caleg Terpilih Dilantik Belakangan Usai Kalah Pilkada

Nasional
Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

Nasional
Prabowo Bilang Ada Partai Klaim Sosok Bung Karno, Budiman Sudjatmiko: Bukan Diskreditkan PDI-P

Prabowo Bilang Ada Partai Klaim Sosok Bung Karno, Budiman Sudjatmiko: Bukan Diskreditkan PDI-P

Nasional
Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024

Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Zulhas dan Elite PAN Temui Jokowi di Istana, Mengaku Tak Bahas Kursi Kabinet

Zulhas dan Elite PAN Temui Jokowi di Istana, Mengaku Tak Bahas Kursi Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com