Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Aceh: Pusat Kerap Ganggu Pembentukan KKR Aceh

Kompas.com - 27/09/2013, 18:41 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – DPR Aceh mengaku kerap merasa terganggu oleh kebijakan dan pernyataan pemerintah, TNI, dan Polri, selama pembahasan Rancangan Qanun tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh. Meski demikian, DPRA tidak menganggap pernyataan dan kebijakan itu merupakan upaya penjegalan pembentukan KKR Aceh.

“Dari proses awal kami membuat dan membahas qanun ini, terasa juga ada beberapa kebijakan atau pernyataan dari pemerintah pusat yang sedikit menganggu,” ujar anggota Komisi A DPRA Nurzahri, Jumat (27/9/2013) di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Jakarta.

Ia mengungkapkan, bentuk gangguan yang diterima, misalnya, pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di hadapan DPR pada 16 Agustus 2013 lalu. Saat itu, katanya, Presiden menyatakan pemerintah akan melakukan tindakan apa pun untuk mempertahankan keutuhan NKRI, termasuk di Aceh.

“Pernyataan ini sama persis seperti pernyataan dia saat menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, dan tidak lama setelah mengeluarkan pernyataan itu pada 2003, diterapkan darurat militer di Aceh,” terang Nurzahri.

Pernyataan tersebut dikeluarkan Presiden ketika polemik lambang dan bendera Aceh masih memanas dan akhirnya diputuskan, masa klarifikasi Qanun Nomor 3 tahun 2013 tentang Lambang dan Bendera Aceh itu diperpanjang hingg Oktober 2013.

Menurutnya, lembaga lain yang juga mengeluarkan pernyataan yang menganggu kerjanya menyusun peraturan daerah itu adalah TNI dan Polri. Dua institusi itu, tutur dia, kerap memberikan pernyataan yang menurutnya provokatif. “Misalnya, jangan lagi ungkit-ungkit konflik di Aceh,” katanya.

Sedangkan, dalam hal kebijakan, TNI membentuk tiga batalyon raider baru yang salah satunya ditempatkan di Aceh, yaitu Batalyon 111 Kodam Iskandar Muda. Batalyon raider adalah kesatuan anti-gerilya. Nurzahri mengaku mengetahui batalyon tersebut ditugaskan di Rancuog, Aceh Utara. Tempat tersebut, ujar dia, merupakan salah satu lokasi terjadi pelanggaran HAM berat di Aceh.

“Yang saya tahu, salah satunya adalah di lokasi pelanggaran HAM yaitu di Rancong. Pernah terjadi penyiksaan yang sangat hebat di sana. Salah satu korbannya adalah Ketua Komisi A DPRA (Abdullah Saleh),” katanya.

Dia mengatakan, TNI mungkin bertujuan mengamankan lokasi di mana batalyon raider ditugaskan. Tetapi, kata Nurzahri, akan sulit bagi KKR untuk menginvestigasi kasus pelanggaran HAM di lokasi tersebut.

“Akan sulit bagi KKR untuk menginvestigasi kasus-kasus yang terjadi di Rancong, karena sudah ada batalyon,” tutur dia.

Meski demikian, ia berupaya berpikir positif, bahwa tidak ada upaya penjegalan pembentukan KKR Aceh yang berwenang mengungkapkan pelanggaran HAM dan melakukan rekonsiliasi dengan korban dan keluarrga korban.

“Sampai hari ini kami masih berpikir positif, bahwa tidak ada penjegalan,” katanya.

KKR Aceh merupakan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) Helzinki 2005. UU Pemerintahan Aceh sebenarnya memerintahkan KKR Aceh dibentuk paling lama satu tahun setelah UU disahkan atau pada 2007. DPRA berjanji, Desember 2013, Qanun KKR Aceh akan disahkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com