Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eman Suparman: Rp 200 Juta Terlalu Kecil buat Saya

Kompas.com - 21/09/2013, 12:53 WIB
Sandro Gatra

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Komisioner Komisi Yudisial (KY) Imam Anshori mengaku ditawari uang Rp 200 juta untuk satu komisioner oleh anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat. Syaratnya, ia diminta meloloskan salah satu calon hakim agung ketika proses seleksi tahun 2012.

Ketua Bidang Pengawasan dan Investigasi Hakim Komisi Yudisial Eman Suparman membenarkan pengakuan Iman itu. Bagaimana cerita yang dia ketahui?

Eman mengatakan, ketika rapat pleno membahas calon hakim agung tersebut, Imam tiba-tiba mengatakan bahwa ada anggota Komisi III yang menawari uang Rp 1,4 miliar untuk tujuh komisioner.

"Dana Rp 1,4 miliar itu lu (Imam) bagi-bagi saja tujuh, asal si X lolos. Di DPR urusan kami," kata Eman menirukan ucapan Imam, di Jakarta, Sabtu (21/9/2013 ).

Eman mengungkapkan, dari segi akademis, calon tersebut memang bagus. Ketika fit and proper test di KY, calon itu mampu menjawab setiap pertanyaan dengan baik. Namun, dari segi intergritas menjadi tanda tanya karena terlalu banyak pengaduan masyarakat dengan sangkaan melakukan penyimpangan.

Eman menambahkan, dalam rapat pleno, ada perdebatan ketika salah satu Komisioner KY menyinggung jabatan yang pernah dipegang si X, yakni ketua pengadilan tinggi di salah satu provinsi yang cukup besar. Sebelum ada KY, kata Eman, mengutip pernyataan komisioner itu, hakim yang pernah menjabat ketua pengadilan tinggi pasti akan menjabat hakim agung.

"Saya enggak peduli dengan itu. Kalau sampe si X ini lolos, kita semua akan kena fitnah walaupun kita tidak terima duit. Apalagi cuma Rp 200 juta, kecil banget Rp 200 juta bagi saya. Harga diri saya lebih besar dari sekadar Rp 200 juta. Saya tidak mau meloloskan orang itu," kata Eman.

Kecuali komisioner tadi, tambah Eman, komisioner lain setuju untuk tidak meloloskan si X. Namun, lagi-lagi komisioner itu mempertanyakan bagaimana jika publik nantinya bertanya mengapa calon yang dianggap pintar tidak lolos.

"Saya bilang, integritas ada dua macam dan dua-duanya harus terpenuhi. Integritas keilmuan dan moral. Kalau orang punya integritas keilmuan tapi tidak punya integtitas moral, hancur Mahkamah Agung. Harus dua-duanya dimiliki hakim agung. Lalu, ternyata tidak ada yang komentar, hakim juga tidak ada tanya-tanya (kenapa tidak lolos)," papar Erman.

KOMPAS/RIZA FATHONI Imam Anshori Saleh

Percobaan penyuapan

Sebelumnya, salah satu unsur pimpinan Komisi Yudisial, Imam Anshori Saleh, mengungkapkan percobaan praktik penyuapan saat pemilihan hakim agung 2012. Berikut sebagian petikan wawancara Kompas dengan Imam, pada 19 September 2013:

Bagaimana kronologi penawaran uang tersebut?

Saya sebenarnya mendapatkan banyak telepon dari orang-orang DPR, dari beberapa fraksi. Lebih dari lima orang, dari fraksi berbeda-beda. Intinya, minta tolong supaya orangnya (calon) diluluskan. Saya jawab saja, ya nanti kita lihatlah. Kalau hasilnya bagus dan rekam jejaknya bagus, saya kira akan lolos. Kalau tidak bagus, karena KY memang memiliki standar, ya tidak bisa.

Saya pikir sudah selesai. Tahu-tahu ada yang menelepon mengajak bertemu. Saya tidak berpikir apa-apa saat itu. Akhirnya, saya bertemu di sebuah rumah makan di daerah Senayan.

Ketika itu dia bilang, "Mas, saya dapat amanat dari ibu, ini supaya diloloskan. Untuk KY, masing-masing disiapkan Rp 200 juta." Dia memang tidak bilang akan memberi Rp 1,4 miliar, tetapi kalau dihitung kan jadinya Rp 1,4 miliar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com