Ada yang mengirimkan SMS (pesan singkat), tetapi nomornya tidak jelas. Isinya, jangan memfitnah DPR. Saya tidak tahu nomor siapa. Namun, banyak pula yang men-support. Mereka bilang, "Bagus Mas, supaya kami yang di DPR ini jangan digeneralisasi. Memang ada orang yang seperti itu."
Jika dipanggil DPR, bersedia membuka identitas orang itu?
Saya tidak yakin DPR mau memanggil KY soal itu. Namun, kalau Badan Kehormatan DPR memanggil, saya akan buka semua agar masa depan lebih baik. Kalau BK DPR serius, mari. Kalau cuma manggil basa-basi, tidak usahlah.
Bagaimana pendapat Bapak soal fit and proper test DPR?
Harus ditata lagi. Yang saya alami dulu (waktu menjadi anggota DPR), kadang-kadang sudah ditentukan fraksi. Calon-calon itu melobi ke pimpinan fraksi atau partai. Makanya, kadang-kadang fit and proper test itu sekadar formalitas.
Saya pernah bertemu calon hakim agung yang gagal (di DPR). Dia cerita, "Lha gimana Pak, saya begitu datang ke sebuah pertemuan sudah ditanya bagaimana komitmen Anda. Ya saya bilang gini, saya akan bekerja dengan baik. Bukan begitu. Lalu saya disodorkan kalkulator." Itu di pertemuan informal.
Mengapa baru sekarang mengungkapkan hal ini?
Ini sebenarnya lama saya pendam. Saya ingin hal seperti itu dihentikan. Kasihan bangsa ini.
Memang tidak semua anggota DPR seperti itu. Jadi, bagi saya, dari kasus ini DPR bisa introspeksi. Partai-partai juga demikian, kalau memilih calon anggota legislatif harus betul-betul diseleksi dengan baik. Jangan menambah jumlah orang yang seperti itu. Kalau sudah duduk di dewan terhormat, jangan seperti itu sikapnya.
Dalam pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung kali ini, mudah-mudahan DPR bisa obyektif. Hakim-hakim yang punya kemampuan dan integritas tinggi yang akan dipilih.
Mahkamah Agung itu kan puncak peradilan. Kalau sampai dihuni atau diawaki oleh hakim- hakim agung yang tidak punya integritas, kita khawatir dengan nasib penegakan hukum yang berkeadilan di Indonesia ini. (Susana Rita)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.