"Dalam hukum, keterangan di pengadilan bisa jadi bukti awal, tapi satu saksi bukan saksi. Dia harus ada saksi lain, alat bukti lain. Jadi ini masih sangat sumir," ujar Pasek di Kompleks Parlemen, Selasa (3/9/2013).
Ketua Komisi III DPR itu menilai pernyataan saksi yang gelisah karena terpojok tidak bisa dijadikan dasar dalam menuduh keterlibatan seseorang. Bahkan Pasek mencurigai pernyataan Ridwan itu untuk mengalihkan perhatian media massa untuk tidak membongkar kasus suap impor daging sapi yang menjadi fokus utama.
"Kegelisahan yang bersangkutan ini coba ditularkan ke pihak lain dan dialihkan ke Pak SBY. Tujuannya sederhana, untuk menutup isu yang lebih besar. Sekarang, semua lari ke Sengman dan SBY," kata Pasek.
Pasek mengaku tidak kenal ataupun mengetahui sosok Sengman. Bahkan Pasek awalnya mengira Sengman sebagai nama perusahaan.
"Kalau dikaitkan dengan SBY, ini kan banyak orang kenal dengan beliau. Beliau sendiri masih clear. Yang banyak mengganggu itu Sengkuni Men," tuturnya.
Munculnya nama Sengman
Rekaman percakapan antara Fathanah dan Ridwan diputar, lalu nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono disebut. Pemutaran rekaman pembicaraan tersebut dilakukan oleh jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menurut jaksa, percakapan itu terjadi setelah pertemuan Ridwan dan Fathanah di Kuala Lumpur, Malaysia, Januari 2013. Dalam rekaman itu, didengarkan suara Fathanah yang menyampaikan kepada Ridwan bahwa uang Rp 40 miliar sudah beres dikirim melalui Sengman dan Hendra.
Mendengar rekaman itu, Ketua Majelis Hakim Nawawi Pomolango kemudian menanyakan nama yang muncul tersebut kepada Ridwan.
"Ada nama Sengman. Itu siapa?" tanya Nawawi.
"Itu nama orang, Pak," jawab Ridwan.
"Iya, siapa?" tanya hakim lagi yang tampak kesal dengan jawaban Ridwan.
Ridwan kemudian menjelaskan bahwa Sengman adalah utusan Presiden SBY.
"Waktu saya diputarkan (rekaman) ini di penyidikan KPK, saya jelaskan Bapak Sengman ini setahu saya utusan Presiden kalau datang ke PKS," jawab Ridwan.