Kondisi yang demikian, menurut Taufik, diperparah dengan sistem peradilan Indonesia yang masih membuka peluang praktek mafia hukum. Taufik memakai istilah sistem peradilan yang tidak higienis.
"Kita ibaratkan sistem peradilan kita tidak higienis, mudah tumbuh jamur, bakteri. Karena prosesnya tidak bersih maka banyak pihak yang mencoba memanfaatkan situasi ini, termasuk advokat," ujarnya.
Dia juga menilai, praktek mafia hukum bukan hanya melibatkan advokat, namun juga aktor lainnya, mulai dari polisi, hakim, jaksa, dan staf pengadilan.
"Karena memang lahannya, artinya proses peradilannya sendiri, sistemmnya masih membuka peluang praktik mafia hukum, tidak transparan, dan akuntabel," katanya.
Senada dengan Taufik, Sugeng mengungkapkan bahwa advokat ikut terlibat kasus korupsi karena kondisi peradilan yang memang korup.
"Yang paling bertanggung jawab sebetulnya pengadilan. Kalau sampai di pengadilannya itu benar, maka setiap penegak hukum akan disadarkan bahwa putusan pengadilan itu tidak bisa dibeli," ujarnya.
Untuk perbaikan ke depannya, menurut Taufik, diperlukan pendidikan tinggi hukum yang menekankan bahwa menjadi sarjana hukum itu bertugas mengemban suatu amahan agar mendedikasikan ilmunya untuk penegakkan hukum, dan bukan untuk mengejar kepentingan pribadi semata.
"Maka lulusannya harus disadarkan untuk penegakkan hukum dari diri kita sendiri, taat prosedur, menekankan integritas dalam proses hukum," ucapnya.
Selain itu, kata Taufik, pendidikan tinggi hukum perlu menekankan pentingnya penerapan etika profesi. Taufik juga menilai pentingnya peran serta masyarakat dalam mendorong perbaikan dalam profesi advokat. Masyarakat diminta tidak memberikan kepercayaan kepada advokat yang memang sudah dikenal kerap berpraktek kotor.
"Butuh peran serta masyarakat untuk memberikan apriesiasi kepada advokat yang menjaga integritasnya, dan sebaliknya jangan berikan kepercayaan kepada advokat yang praktek kotor. Kalau advokat kotor ini tidak dapat ruang, tentu ruang gerak mereka akan semakin sempit sehingga yang berintegritas semakin punya ruang," tutur Taufik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.