Sewaktu Lapas baru mulai dioperasikan, kondisinya tak jauh berbeda. Di Lapas baru, tidak diizinkan memasak di kamar, walaupun kenyataannya masih banyak dapur yang beroperasi di sana. Terdapat tak kurang 10 warung dan kios yang menjajakan berbagai makanan, seperti warung sate, ikan bakar, warteg, sayuran, sampai ke kios reparasi ponsel.
Selain bisnis warung, Rahardi juga mengisahkan bagaimana para penjenguk dipungut uang (meskipun jumlahnya seikhlasnya) saat akan menjenguk kerabatnya yang ditahan. Yang ini, tentunya menjadi bisnis dari para petugas Lapas.
"Sudah waktunya kita untuk berterus terang mengenai keadaan di LP maupun instansi pemerintah lainnya. Jangan selalu oknum yang dipersalahkan. Sistem kita yang telah menciptakan keadaan demikian. Diperlukan penyelesaian yang menyeluruh termasuk kesejahteraan pegawai," demikian Rahardi.
Saat ditanya apakah ia tak gentar mengungkap praktik-praktik yang berlangsung di Lapas, Ketua Persatuan Narapidana Indonesia ini hanya tertawa. "Enggaklah, kenapa harus takut. Saya kan hanya menulis apa yang saya ketahui, apa yang saya alami selama saya di penjara," katanya singkat.Bisnis pulsa
Selain warung makanan dan segala kebutuhan sehari-hari, salah satu bisnis yang marak dan dijadikan sebagai cara transfer uang oleh narapidana adalah jual beli pulsa. Bagaimana bisa?
Keluarga atau kerabat menggunakan cara mentransfer sejumlah pulsa ke nomor ponsel sang napi. Pulsa yang telah ditransfer ini kemudian dijual kepada napi lainnya. Demi mendapatkan uang tunai dengan cara cepat, sering kali pulsa yang dijual jauh lebih murah dibanding harga pasaran.
Pulsa dengan nilai Rp 100 ribu dijual dengan harga Rp 80 ribu, dan pada waktu-waktu tertentu bisa turun sampai Rp 75 ribu. "Setiap pagi dan sore, saya mendengar ada teriakan 'simpati, emtri, eksel cepe'. Teriakan ini bukan hanya satu kali tetapi beberapa kali dan dilakukan beberapa orang. Rupanya, mereka ini penjaja pulsa yang berkeliling menelusuri lorong-lorong LP di blok hunian, seperti halnya pedagang sate keliling menawarkan satenya di sekitar kawasan hunian," demikian tulis Rahardi.
Mereka yang biasa menjajakan pulsa ini kebanyakan "anak bawah", kasta terendah di antara para napi. "Anak bawah" jarang dikunjungi keluarga dan tak memberikan kontribusi keuangan bagi keperluan kamar. Pembeli utama dari pulsa ini adalah petugas dan pejabat beserta keluarganya.
Maraknya perdagangan pulsa bukan karena tingginya tingkat pemakaian ponsel di penjara, melainkan karena para narapidana terdesak kebutuhan finansial sehari-harinya. Paling tidak, mereka harus menyediakan biaya untuk uang kamar, uang makan, membeli air, rokok, dan lain-lain. Belum lagi untuk pungutan yang kerap terjadi.
Sebagian dari para napi menggantungkan pemenuhan finansialnya dari keluarga yang berkunjung. Mentransfer uang melalui pulsa dinilai paling aman dari berbagai "sunatan". Bayangkan, jika langsung memberikan uang tunai saat berkunjung, mungkin tak ada separuhnya yang sampai ke napi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.