Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setahun, DKPP Tak Terima Gaji

Kompas.com - 11/06/2013, 16:17 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Selama satu tahun bekerja, Ketua dan anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ternyata belum pernah menerima gaji atau uang kehormatan. Hal itu diungkap dalam siaran pers yang diterima wartawan di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (11/6/2013).

Saat itu, DKPP menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk melaporkan hasil kinerja selama satu tahun. Hadir Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie didampingi anggota DKPP, yakni Ida Budhiati, Nelson Simanjuntak, Valina Singka Subekti, Saut Hamonangan Sirait, dan Nur Hayati Sardini.

Dalam rilis tersebut, DKPP menjelaskan sejumlah hambatan yang dialami, salah satunya belum diterimanya dana kehormatan. "Satu tahun DKPP bekerja, satu tahun pula ketua dan anggota DKPP belum menerima uang kehormatan," tulis pihak DKPP.

Hambatan lain ialah belum terbentuknya biro yang menangani perkara kode etik penyelenggara pemilu. Sekjen Bawaslu yang merupakan ex officio Sekretaris DKPP juga belum dilantik sehingga menghambat kinerja.

"DKPP tetap mengerjakan apa yang telah menjadi tugas dan wewenangnya betapa pun terdapat persoalan. Bagi DKPP, hambatan bukanlah sebagai rintangan untuk bekerja. Justru, halangan ini menjadi tantangan," tulis DKPP.

Jimly ketika dikonfirmasi hal itu enggan berkomentar banyak. Ia mengaku tidak membicarakan masalah gaji saat bertemu Presiden. "Tidak terlalu penting. Hak kita tidak usah kita urusin. Kita kerja aja," kata Jimly.

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengakui ketua maupun anggota DKPP belum menerima gaji. Menurut dia, anggaran belum turun karena ada penyesuaian gaji. "Sedang diproses. Kemarin karena ada peningkatan jumlah anggaran. Segera (dibayar)," katanya.

Seperti diberitakan, sejak dibentuk, DKPP sudah menerima 217 perkara. Dari perkara yang masuk, sebanyak 81 perkara telah diputuskan. Dari putusan tersebut, sebanyak 70 orang penyelenggara negara diberhentikan dengan berbagai pelanggaran. Sebanyak 46 orang diberi peringatan dan 224 orang tidak terbukti.

Modus pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu di antaranya netralitas, menerima suap, melalaikan tugas, pelanggaran ketika penanganan daftar pemilih tetap, penyalahgunaan jabatan, dan pengabaian putusan pengadilan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com