JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Daerah Istimewa Yogyakarta Rusdianto tak mempermasalahkan jika saksi kasus penembakan di Lapas Cebongan menjalani sidang melalui telekonferensi. Menurut dia, hal itu dapat membuat saksi mampu memberi keterangan secara lebih terbuka.
"Dengan cara itu kelihatannya akan memudahkan mereka, membuat mereka terbuka memberikan kesaksian karena tidak ada tekanan psikologis. Mereka ada di lapas. Jadi tidak melihat tersangkanya. Kita harap mereka lebih terbuka," ujar Rusdi di Kantor Kontras, Jakarta Pusat, Rabu (5/6/2013).
Rusdi menceritakan, dia pernah berbincang-bincang dengan tahanan yang menyaksikan penembakan tersebut. Mereka terlihat cemas dan ketakutan. "Mereka ini kan tahanan. Artinya mereka juga punya perkara diri sendiri. Perkara yang dia hadapi dan dia juga harus sidang di pengadilan ini belum rampung. Kemudian dia harus jadi saksi sidang yang lain," terangnya.
Saksi-saksi tersebut terdiri dari 31 tahanan Lapas Cebongan, Sleman, DIY dan 11 petugas lapas. Mereka akan bersaksi untuk 12 anggota Kopassus yang menjadi tersangka pembunuhan empat tahanan Lapas Cebongan. Sidang di peradilan militer rencananya akan digelar pada Juni ini. Sejauh ini para saksi telah mendapat perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), baik fisik maupun psikis.
LPSK sudah menyurati Ketua Muda Peradilan Militer MA agar mengizinkan 42 saksi kasus Cebongan memberi kesaksian melalui telekonferensi atau tidak duduk di ruang sidang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.