Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendikbud: Apa Pun Sanksinya, Jangan Korbankan Masa Depan Anak

Kompas.com - 24/04/2013, 10:27 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kontroversi parodi Toli-toli yang menyebabkan para pelaku kehilangan kesempatan mengikuti ujian nasional juga disayangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Sanksi tetap harus dijatuhkan, tapi masa depan anak tetap tak boleh dikorbankan.

"Harus dipilah-pilah. Satu sisi kasus ini mencederai agama, etnik, terkait SARA. Tapi di sisi lain pun jangan sampai mematikan masa depan anak-anak (para pelaku)," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh saat dihubungi, Rabu (24/4/2013). Dia menegaskan, isu SARA memang selalu sensitif. Namun masa depan anak tetaplah hal penting yang harus menjadi pertimbangan dalam penjatuhan sanksi.

Sebagai analogi, Nuh mengatakan bahwa para tahanan dan narapidana anak pun tetap diperbolehkan mengikuti ujian nasional, meski tetap di tempat mereka menjalani hukuman dan dengan pengawasan ketat. "Artinya, mereka yang jelas bersalah saja tidak dicabut statusnya sebagai siswa dan boleh mengikuti ujian nasional," kata dia.

Bahkan, tambah Nuh, orang-orang tua yang telanjur tak punya ijazah sekolah pun terus didorong untuk mengikuti program penyetaraan pendidikan, yang selama ini dikenal dengan Paket A, B, dan C. "Masa (para pelaku parodi) ini sampai tak boleh ikut ujian? Sanksi harus ditegakkan, saya setuju, tapi sanksi tidak boleh mematikan masa depan," tegas dia.

Sanksi yang tepat itu...

Namun, Nuh menolak menyebutkan secara eksplisit apa seharusnya sanksi yang tepat untuk para pelaku parodi gerakan shalat dengan iringan lagu Maroon 5 tersebut. "(Penjatuhan) sanksi itu (harus melihat apakah) berulang kali, kesengajaan atau tidak, itu sekolah yang tahu," tepis dia.

Melecehkan agama, ujar Nuh, memang dilarang dan harus jauh-jauh dihindari karena sensitivitas dan dampaknya. "(Tapi soal sanksi) saya serahkan ke sekolah karena mereka juga yang menerima. Masa begitu saja dikeluarkan? Apalagi (waktu itu) menjelang ujian nasional," imbuh dia. Karena sanksi sudah telanjur dijatuhkan dan ujian nasional untuk tingkat SMA pun sudah hampir usai, termasuk ujian susulan, Nuh meminta para siswa tersebut tetap diperbolehkan mengikuti ujian persamaan.

Soal sanksi untuk SMA 2 Toli-toli, Nuh menyerahkannya pada dinas pendidikan setempat. "Yang punya sekolah itu kan dinas pendidikan di kabupaten kota, lalu ada dinas pendidikan di provinsi. Itu dulu. Berjenjang. Jangan semuanya langsung kita (di tingkat pusat) yang menangani," elak dia.

Sebelumnya, Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait berpendapat sekolah dan institusi pendidikan tak bisa lepas tangan begitu saja dengan munculnya kasus ini. Pendapat serupa juga dilontarkan anggota Komisi X DPR, Surahman Hidayat. Masyarakat juga diminta bersama-sama melakukan perbaikan. "Jangan ditimpakan seluruhnya pada anak, tidak tepat. Semua pihak terkait, termasuk sekolah, harus bertanggung jawab secara proporsional," tegas Surahman.

Video yang ditayangkan melalui situs Youtube itu diketahui tayang sejak beberapa waktu lalu. Dalam video yang diduga dibuat di lingkungan sekolah tersebut, mereka memadukan gerakan shalat dengan lagu Maroon 5.

Parodi gerakan shalat dengan iringan lagu Maroon 5 ditayangkan di situs Youtube sejak beberapa waktu lalu. Setelah menuai kontroversi dan sanksi keras untuk para pelaku, beragam kalangan meminta video itu tak lagi ditayangkan di Youtube. Kementerian Komunikasi dan Informatika mengatakan telah menyurati Google, pemilik Youtube, untuk keperluan tersebut.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com