Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemikiran Kartini Kurang Tergali

Kompas.com - 22/04/2013, 02:54 WIB

JEPARA, KOMPAS - Pemikiran Raden Ajeng Kartini sangat kurang tergali pada setiap peringatan Hari Kartini. Selama ini, peringatan hanya sebatas momen sesaat, seperti lomba berkebaya, bersanggul, dan memasak, serta memakai kebaya di instansi, perusahaan, ataupun organisasi kemasyarakatan.

Padahal, sejatinya pemikiran Kartini tidak melulu tentang mengangkat derajat kaum perempuan. Sebab, pada masanya Kartini telah memikirkan kemajuan ekonomi kerakyatan, khususnya di Jepara, Jawa Tengah, sehingga dapat dimaknai secara baru pada zaman ini.

Hal itu terungkap dalam Simposium Nasional dan Temu Perempuan Pejuang bertema ”Kritik Nalar dan Pemberdayaan Ekonomi Kreatif” di Pendopo Kabupaten Jepara, Minggu (21/4). Kegiatan tersebut digelar oleh Yayasan Swara Kita Foundation dan Pemerintah Kabupaten Jepara.

Wakil Menteri Bidang Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam sambutan yang dibacakan Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta Siswanto mengatakan, berkat Kartini, perempuan tidak sekadar menjadi ”kanca wingking” atau teman pelengkap. Perempuan tidak lagi bekerja di dapur, tetapi turut berperan di bidang pendidikan, ekonomi, politik, dan sosial.

Selain itu, perempuan harus pula menjadi penjaga budaya. Apalagi, saat ini banyak budaya asing yang masuk ke Indonesia yang dapat merusak masa depan anak bangsa. Budaya lokal pun banyak yang sudah mulai ditinggalkan.

”Perempuan tetap harus berperan sebagai ibu. Ibu yang menjaga anak-anaknya sekaligus ibu yang menjaga budaya tetap lestari,” kata Siswanto.

Aktor senior Indonesia sekaligus perwakilan Swara Kita Foundation, Alex Komang, menilai, peringatan Hari Kartini selama ini masih di tingkat permukaan. Misalnya, penggunaan kebaya, lomba berkebaya dan sanggul, memasak, merangkai bunga, dan mengunjungi museum.

”Kalau cara itu terus berulang, generasi masa depan akan semakin tidak memahami diri Kartini sebenarnya. Untuk itu, perlu ada pemaknaan baru terhadap pemikiran Kartini di zaman ini,” kata Alex.

Penulis buku Kartini, Pembaharu Peradaban, Hadi Priyanto, mengatakan, dengan pemikirannya, Kartini menjadi salah satu tokoh pembaharu peradaban. Apalagi, kini perempuan dapat bersekolah, produk kerajinan dipromosikan ke luar negeri, dan karakter bangsa terjajah diangkat menjadi bangsa mandiri dan berpendidikan.

Kendati demikian, masih banyak pula masyarakat yang tidak mampu dan tidak bisa mengenyam pendidikan. Banyak perajin kecil gulung tikar akibat tertindas pemodal besar. ”Jadi, perlu ada Kartini-Kartini baru yang dapat menjawab tantangan itu,” kata Hadi.

Emansipasi

Perempuan sulit berpartisipasi dalam bidang politik dibandingkan dengan laki-laki karena sistem dan kebiasaan seputar urusan politik masih bersifat ”maskulin”. Sulit bagi perempuan membaur dan terbiasa sehingga semakin membuat kaum ini kurang percaya diri.

Hal itu disampaikan Hetifah Sjaifudian, anggota Komisi V DPR daerah pemilihan Kalimantan Timur, dalam diskusi terbatas terkait dengan Hari Kartini di Balikpapan.

Kuota perempuan untuk calon anggota legislatif memang mulai dipenuhi banyak daerah. Sejumlah ketua DPRD atau ketua fraksi dan komisi juga perempuan. Namun, di sisi lain masih ada DPRD yang minim anggota perempuan. ”Kalau toh perempuan duduk di lembaga legislatif, jarang ditempatkan di bidang/komisi yang berhubungan dengan sifat ’maskulin’,” katanya.

Sementara Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Balikpapan Dortje Marpaung mengatakan, perempuan sudah terbukti menjadi penggerak usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Meski dirinya belum menghitung, persentase perempuan yang menjalankan UMKM dibandingkan laki-laki dipastikan lebih banyak.

Karena itu, emansipasi perempuan perlu terus didengungkan, kendati sebenarnya perempuan sudah bergerak jauh ke depan. Bahkan, sudah terbukti perempuan tangguh dalam semua bidang, tanpa membuat biduk rumah tangga hancur.

Dari Kinabalu, Malaysia, dilaporkan, enam anggota Tim Ekspedisi Women Across Borneo pada Minggu (21/4) berhasil menaklukkan Gunung Kinabalu, Malaysia, dengan ketinggian 4.095 meter di atas permukaan laut.

Sebelum mendaki Gunung Kinabalu, anggota ekspedisi yang disponsori Caldera Sobek Indonesia ini bersepeda dari Pontianak, Kalimantan Barat, ke Kuching, Malaysia, sepanjang 488 kilometer dan menyusuri enam goa di Taman Nasional Mulu, Sarawak, Malaysia.

Ketua Tim Ekspedisi Women Across Borneo Wifka Rahma Syauki (26) mengatakan, dirinya bersama lima rekan, yakni Samanta (27), Sri Waryanti (34), Ni Wayan Warni (43), Lilis (27), dan Lindawati (29), mengenakan kebaya ketika berada di puncak gunung tepat pada Hari Kartini. (ETA/HEN/PRA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com