Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Darurat Pendidikan Nasional

Kompas.com - 19/04/2013, 03:04 WIB

Tanpa kebijakan drastis, lahan pertanian tidak akan cukup memenuhi kebutuhan pangan kita. Ketergantungan kepada impor akan makin tinggi. Tantangan generasi masa depan akan jauh lebih berat daripada yang kita hadapi saat ini. Apakah kompetensi yang diberikan sistem pendidikan saat ini mampu menghadapi tantangan yang makin berat ini?

Di samping perubahan alami di atas, kita ada di tengah revolusi informasi. Revolusi ini dimotori oleh perkembangan teknologi komputer, telekomunikasi bergerak, serta sistem posisi global. Revolusi ini mengubah cara kita berinteraksi yang telah menghilangkan dimensi ruang. Teknologi ini memungkinkan penyebaran informasi secara langsung menjangkau banyak orang. Kita ada pada era Facebook, Twitter, Wikipedia, Google, e-library, Skype, dan sebagainya.

Kolaborasi dalam pengembangan ilmu dan diseminasi informasi berjalan dengan sangat mudah. Smartphone dan tablet telah menjadi jendela bagi kita berinteraksi dengan masyarakat dunia dan memperoleh informasi dari sumber mana pun. Kemampuan mengingat (menghafal) berbagai katalog fakta, yang saat ini merupakan komponen utama sistem pendidikan kita, tak relevan lagi. Revolusi ini akan membawa perubahan terhadap substansi dan metodologi pembelajaran.

Dalam waktu tak terlalu lama, buku teks akan digantikan oleh tablet. Tablet akan dapat menyediakan informasi yang jauh lebih kaya daripada buku teks. Berbeda dengan buku teks yang hanya menyampaikan informasi statis menggunakan kalimat dan gambar, tablet memperkayanya dengan audio, video, animasi, dan sebagainya.

Untuk mempelajari tata surya, misalnya, saat ini siswa harus baca buku dan mungkin melihat gambarnya. Dengan tablet, siswa dapat melihat animasi pergerakan semua planet dalam sistem tata surya dan dapat melihat posisi tiap planet pada waktu tertentu. Ini akan jadi media pembelajaran amat efektif di masa depan.

Amat intensif

Saat ini pengembangan media pembelajaran dengan menggunakan teknologi ini amat intensif. Suatu organisasi nirlaba di Amerika Serikat menyediakan flexbook yang gratis, fleksibel, dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Pada saat jadi gubernur California, Arnold Schwarzenegger mengumumkan akan mengganti buku sains dan matematika dengan media pembelajaran flexbook. Korea Selatan telah mendeklarasikan akan mengganti semua buku dengan teks digital pada 2013.

Tidak dapat disangkal bahwa diperlukan kurikulum baru dalam sistem pendidikan kita. Kurikulum itu haruslah mampu mempersiapkan siswa menghadapi tantangan masa depan yang makin berat. Begitu pula, kurikulum itu harus mampu beradaptasi dengan memanfaatkan teknologi yang tersedia yang membuat proses pembelajaran lebih efektif. Perancangan kurikulum baru seyogianya didahului oleh suatu kajian akademis yang komprehensif tentang kelemahan kurikulum saat ini, situasi yang ada saat ini, serta berbagai skenario perkembangan yang mungkin terjadi di masa depan. Dengan pemahaman inilah dapat dirancang kompetensi untuk setiap jenjang pendidikan. Tanpa melakukan hal ini, mustahil dihasilkan kurikulum yang mampu menyiapkan generasi masa depan menghadapi tantangan yang makin berat.

Kurikulum 2013 sepertinya jauh dari harapan di atas. Hal ini agaknya karena tidak dilakukannya kajian akademis yang komprehensif dalam pengembangan kurikulum ini. Pengembangan kurikulum bersifat reaktif dan landasan pemikiran yang dangkal. Misalnya argumen penggabungan pelajaran IPA dan Bahasa Indonesia di kelas I sampai dengan IV SD. Pada dokumen Uji Publik Kurikulum 2013 disebutkan alasannya karena ada beberapa istilah di IPA yang memiliki arti yang berbeda dengan istilah-istilah umum pada Bahasa Indonesia, misal gaya, usaha, dan daya.

Amatlah naif jika penggabungan atau pemisahan pelajaran didasarkan hanya karena masalah terminologi. Pelajaran IPA di tingkat SD akan dapat dirancang dengan menghindari penggunaan terminologi formal keilmuan. Pada saat negara lain mengembangkan pelajaran sains menjadi sains dan teknologi, kita malah mereduksi pelajaran itu. Kualitas Kurikulum 2013, serta rencana implementasinya yang amat tergesa-gesa tanpa persiapan matang mulai tahun ini, merupakan ancaman amat serius yang akan memperburuk kualitas pendidikan kita.

Situasi pendidikan semacam ini amat membahayakan masa depan generasi mendatang. Tanpa kualitas pendidikan yang baik, generasi masa depan tidak akan mampu bersaing pada era globalisasi. Globalisasi membuka peluang bagi setiap anak bangsa berkompetisi tak hanya di tataran domestik, tetapi juga internasional. Globalisasi akan bermanfaat hanya jika kita mampu bersaing dengan bangsa lain. Ketakmampuan bersaing akan membuat bangsa kita kalah bersaing, baik di luar maupun di negara sendiri.

Kalau itu yang terjadi, jika saat ini sebagian bangsa kita menjadi pekerja kelas bawah di negara orang sebagai TKI, bisa-bisa nanti banyak di antara bangsa kita jadi pekerja kelas bawah di negeri sendiri, melayani dan mengabdi kepada tuan-tuan bangsa lain. Untuk mencegah hal ini, perlu perubahan radikal dalam sistem pendidikan kita. Perubahan itu harus diawali dengan penghapusan UN serta perancangan ulang kurikulum baru yang didasari atas kajian komprehensif dengan memperhatikan perkembangan teknologi. Perubahan itu hanya mungkin kalau kita menyadari saat ini kita tengah menghadapi darurat pendidikan nasional.

Amril Aman Kepala Bagian Riset Operasi Departemen Matematika IPB dan Anggota Dewan Riset Daerah Provinsi DKI Jakarta.Tulisan ini pendapat pribadi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com