Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Setengah Hati

Kompas.com - 15/04/2013, 02:33 WIB

”Itu filosofi munculnya peradilan militer. Jadi, sebetulnya tidak tergantung subyeknya bahwa anggota TNI harus diadili di peradilan militer. Pada masa darurat militer, orang sipil bisa saja dibawa ke peradilan militer ketika melakukan kejahatan dalam situasi konflik bersenjata,” ujar Irman.

Irman menambahkan, tidak setiap tindak pidana yang dilakukan anggota TNI harus diadili di peradilan militer. ”Masak kalau anggota militer melakukan kekerasan dalam rumah tangga, dia dibawa ke peradilan militer?” ujarnya.

Tak adil

Al Araf berpendapat, kelemahan peradilan militer, baik proses peradilan maupun putusan terhadap terdakwa, cenderung tidak adil dan tidak transparan. ”Lebih dari itu, peradilan militer membuat hak-hak tersangka dan terdakwa kurang dijamin, bahkan cenderung diabaikan,” katanya.

Padahal, lanjut Al Araf, prajurit sebagai warga negara memiliki hak yang sama dengan warga negara lain, yaitu mendapat pembelaan dan perlindungan hukum.

Wahyudi menambahkan, dalam proses peradilan militer, di tingkat penyidikan hingga pengadilan, pengaruh atasan atau pimpinan sangat kuat. ”Penyidik adalah atasan yang bersangkutan atau atasan yang berhak menghukum,” tuturnya. Dengan peran atasan yang dominan, dikhawatirkan penyidikan menjadi tidak independen.

Namun, Menteri Pertahanan mengatakan, UU No 31/1997 masih dapat dipakai, misalnya dalam kasus Cebongan. ”Saat ini, fokus Kementerian Pertahanan (Kemhan) bukan pada revisi UU Peradilan Militer,” katanya. Pasalnya, Kemhan menunggu pembahasan RUU Keamanan Nasional, RUU Komponen Cadangan, dan RUU Hukum Disiplin Militer.

Saat ditanya apakah ada resistensi dari militer terkait revisi UU Peradilan Militer, Purnomo menegaskan, pembuatan regulasi berada di Kemhan. ”Kami regulator. Militer ikut saja apa yang diputuskan Kemhan,” ujarnya.

Kepala Biro Hukum Kemhan Nurhajizah menyatakan, tidak ada masalah jika revisi UU No 31/1997 akan kembali dibahas.(ANA/EDN/ONG/WHY/ATO/FER)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com