JAKARTA, KOMPAS.com — Hasil pemeriksaan dan investigasi Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi menyebutkan bahwa dua unsur pimpinan KPK, Abraham Samad dan Adnan Pandu Praja, melakukan pelanggaran kode etik. Pemeriksaan Komite Etik KPK terkait bocornya surat perintah penyidikan (sprindik) Anas Urbaningrum.
Berdasarkan hasil kloning Blackberry Messanger (BBM) sekretaris Abraham, Wiwin Suwandi, diketahui bahwa Wiwin berinisiatif mengabarkan status tersangka Anas kepada Irman Putrasidin (pengamat). Ada kata-kata Abraham yang disampaikan Wiwin kepada Irman terkait penanganan kasus Anas yang akan diambil alih. Kepada Komite Etik, Abraham mengakui bahwa kata-kata itu diucapkannya. Namun, apa yang diucapkan Abraham terkait pengalihan penanganan kasus Anas tidak benar.
"Penanganan kasus Anas ditangani secara profesional. Tindakan terperiksa satu (Abraham) melanggar Kode Etik Pimpinan KPK Pasal 6 Ayat1 Huruf e," kata anggota Komite Etik Tumpak Hatorangan Panggabean, dalam jumpa pers, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (3/4/2013).
Komite juga menilai bahwa Abraham melakukan kelalaian dalam membina dan mengawasi sekretarisnya. Wiwin dipekerjakan sebagai sekretaris berdasarkan permintaan Abraham. Yang bersangkutan diketahui telah berulang kali membocorkan kasus yang ditangani KPK kepada pihak yang tidak berhak di luar lembaga antikorupsi ini.
"Tindakan ini melanggar ketentuan Kode Etik Pimpinan KPK Pasal 6 Huruf e yang mewajibkan unsur pimpinan KPK menarik garis tegas terhadap apa yang layak, patut, dan pantas dilakukan, dengan apa yang tidak layak, tidak patut, dan tidak pantas dilakukan," ujarnya.
Pelanggaran lainnya, penandatanganan sprindik oleh Abraham sebelum ditandatangani oleh unsur pimpinan lainnya, dianggap tindakan yang tidak hati-hati. "Terperiksa satu tidak memperhatikan kelengkapan administrasi keluarnya sprindik."
Sementara itu, terhadap Adnan Pandu Praja, Komite Etik menyatakan, tindakannya mencabut paraf persetujuan pada lembar disposisi sprindik dan menyampaikan alasannya secara terbuka kepada media merupakan tindakan yang kurang hati-hati. Demikian pula pernyataannya yang menyatakan bahwa dugaan penerimaan hadiah berupa Harrier oleh Anas Urbaningrum tak level ditangani KPK karena nilainya di bawah Rp 1 miliar.
"Tindakan ini kurang hati-hati dan melanggar Pasal 6 Ayat 1 Huruf e Kode Etik Pimpinan KPK," ujar Tumpak.
Oleh karena itu, Komite Etik menyatakan, baik Abraham maupun Adnan bersalah melakukan perbuatan yang menyimpang dan harus dijatuhi pelanggaran kode etik sesuai tingkat kesalahannya.
Memberatkan dan meringankan
Sebelum menjatuhkan sanksi kepada keduanya, Komite Etik mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Untuk Abraham Samad, hal yang memberatkan, di antaranya, yang bersangkutan sering melakukan komunikasi dengan pihak-pihak eksternal KPK terkait informasi kasus yang ditangani KPK tanpa memberitahukan kepada unsur pimpinan lainnya.
"Terperiksa satu tidak melakukan koordinasi dengan unsur pimpinan KPK untuk merespons kebocoran dokumen dan melakukan langkah-langkah konkret. Terperiksa satu juga tidak setuju proses kloning BBM-nya terkait bocornya sprindik dan bocornya informasi tentang status Anas Urbaningrum," kata Tumpak.
Komite Etik juga menilai tindakan yang dilakukan Abraham tidak kooperatif. Sementara yang meringankannya adalah Abraham menyatakan masih memiliki harapan dan keinginan untuk melakukan perubahan serta mengamalkan Kode Etik Pimpinan KPK.
Adapun untuk Adnan Pandu Praja, Komite Etik tak menemukan hal yang memberatkan. Adnan dianggap sangat kooperatif dan menyadari kekeliruannya.
Secara keseluruhan, Komite menyimpulkan bahwa Abraham Samad tidak terbukti secara langsung membocorkan dokumen sprindik. Namun, perbuatan dan sikap Abraham yang tidak sesuai Kode Etik Pimpinan KPK dalam berkomunikasi dan memimpin, dinilai menciptakan situasi bocornya sprindik dan status Anas, harus dijatuhi sanksi sesuai tingkat kesalahannya
Sementara itu, Adnan Pandu Praja dinyatakan tidak terbukti ikut melakukan pembocoran dokumen KPK berupa sprindik. Namun, Adnan terbukti melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan Kode Etik Pimpinan KPK dan harus dijatuhi sanksi sesuai tingkat kesalahannya.
Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Skandal Sprindik Anas Urbaningrum