Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Presiden, Negara Tidak Boleh Kalah

Kompas.com - 26/03/2013, 08:52 WIB
Ferry Santoso

Penulis

KOMPAS.com - Sabtu (23/3) tengah malam, gerombolan pasukan siluman bersenjata otomatis menyandera petugas Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB, Cebongan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Setelah memaksa dengan kekerasan petugas lapas, gerombolan itu menembak empat tahanan di dalam sel lapas tersebut sampai mati.

Empat tahanan itu ada dalam ”kekuasaan” negara, yaitu tahanan penyidik Kepolisian Daerah DIY. Para tersangka itu juga berada pada ”kekuasaan” aparat negara karena dititip penyidik Polda DIY di lapas tersebut. Empat tahanan sedang menjalani proses hukum terkait dugaan kasus pembunuhan terhadap seorang anggota TNI.

Dalam kasus ini, perlindungan terhadap tersangka sebagai warga negara yang memiliki hak perlindungan hukum dan hak asasi manusia sangat lemah. Serangan bersenjata itu juga menunjukkan negara kalah dengan gerombolan bersenjata. Negara nyata-nyata tidak mampu melindungi warga negara, bahkan saat berada dalam pengawasan penyidik Polri dan petugas rumah tahanan negara.

Serangan gerombolan bersenjata, baik senjata api maupun senjata tajam, sebenarnya tidak hanya terjadi di Cebongan. Sebelumnya juga terjadi penyerangan gerombolan ”pasukan” siluman. Misalnya, penyerangan gerombolan siluman ”geng motor pita kuning” di Jakarta Utara dan Jakarta Pusat.

Kini, Polri memiliki tugas berat dan tanggung jawab moral mengungkap pembunuhan keji itu. Tanggung jawab moral muncul kuat karena empat tersangka itu merupakan tahanan aparat Polda DIY.

Jika ada kemauan dan dukungan politis, polisi tidak akan sulit mencari pelaku pembunuhan itu. Kita bisa berkaca pada peristiwa besar yang lebih rumit lainnya yang mampu diungkap polisi, seperti peledakan bom Bali atau bom lainnya.

Tanpa pengungkapan pembunuhan empat tahanan di lapas itu, Indonesia tidak layak lagi disebut negara yang menjunjung tinggi penegakan hukum. Sebaliknya, di Indonesia berlaku hukum rimba. Karena hal ini, Indonesia dinilai sebagai salah satu negara gagal.

Dalam Indeks Negara Gagal (Failed States Index/FSI) 2012, Indonesia menduduki peringkat ke-63 dari 178 negara yang disurvei. Dalam posisi itu, Indonesia masuk kategori negara-negara yang dalam bahaya (in danger) menuju negara gagal.

Beberapa indikator dalam FSI 2012 itu antara lain ketegangan dan kekerasan antarkelompok. Kemampuan negara memberi keamanan dirusak atau dikurangi. Lalu, ada pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan aturan hukum.

Kasus tragis di Cebongan jelas menunjukkan ketidakmampuan negara memberikan perlindungan hukum dan hak asasi kepada tersangka. Negara gagal melindungi tersangka sebagai warga negara menghadapi gerombolan siluman bersenjata.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane mengungkapkan, Indonesia dalam bahaya teror pasukan siluman bersenjata api. Siluman itu bisa mencabut nyawa kapan pun dan di mana pun.

Jika dibiarkan, kata Neta, pasukan siluman ini tidak mustahil akan menyerang sendi-sendi kenegaraan, termasuk kepentingan negara. Ia menilai, pembunuhan oleh pasukan siluman bersenjata di Cebongan merupakan sejarah terburuk dalam penegakan hukum dan sistem keamanan di Indonesia.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana mengatakan, petugas lapas telah berupaya mencegah pembunuhan itu. Namun, petugas berada pada todongan senjata api, bahkan menjadi korban kekerasan dari para pelaku.

Denny menambahkan, banyak pertanyaan mengenai siapa gerombolan bersenjata itu. Ada yang menyatakan penyerangan itu terkait insiden sebelumnya. Karena itu, investigasi menyeluruh dan cepat perlu dilakukan. ”Siapa pun yang bertanggung jawab harus diproses secara hukum,” katanya.

Menurut Denny, ada dugaan gerombolan ini terkait jajaran di TNI. ”Ada salah satu dugaan, ini (pelakunya) terkait dengan jajaran di TNI karena insiden sebelumnya yang melatarbelakangi. Ada anggota TNI yang meninggal sehingga ada yang mengarah ke sana,” katanya.

Pertanyaan kemudian ditujukan kepada polisi, apakah mampu mengusut kasus pembunuhan oleh gerombolan bersenjata itu?

Soal pembunuhan keji ini, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar berujar, aparat kepolisian akan mengolah tempat kejadian perkara dan menyelidiki insiden tersebut. Normatif, seperti tidak ada kegentingan.

Di tengah situasi ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono perlu membuat terobosan. Pengusutan kasus itu tak dapat dilakukan dengan cara-cara biasa. Kita masih ingat pernyataan Presiden yang kerap diulang dan kini ditagih pembuktiannya, ”Negara tidak boleh kalah.”

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

    Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

    Nasional
    Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

    Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

    Nasional
    Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

    Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

    Nasional
    Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

    Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

    Nasional
    Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

    Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

    Nasional
    Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

    Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

    Nasional
    Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

    Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

    Nasional
    Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

    Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

    Nasional
    Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

    Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

    Nasional
    Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

    Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

    Nasional
    Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

    Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

    Nasional
    Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

    Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

    Nasional
    Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

    Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com