Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tangkap Tangan di PN Bandung Kerja Sama KPK dengan MA

Kompas.com - 22/03/2013, 17:29 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penangkapan terhadap Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung Setyabudi Tejocahyono merupakan hasil kerja sama Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Mahkamah Agung (MA). Setyabudi ditangkap di ruangan kerjanya di PN Bandung bersama dengan seorang swasta, Jumat (22/3/2013) sekitar pukul 14.15 WIB. Mereka diduga terlibat tindak pidana korupsi.

"Ini kerjasama KPK dan MA," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto melalui pesan singkat yang diterima Kompas.com, Jumat (22/3/2013). Juru Bicara KPK Johan Budi menambahkan, penangkapan ini merupakan hasil kerjasama yang dibangun KPK dengan MA dalam rangka menertibkan hakim nakal.

Saat ditanya apakah hakim ini memang sudah dicurigai KPK dan MA sejak lama, Johan mengaku belum mendapatkan informasi detil mengenai penangkapan hakim tersebut. "Tapi yang pasti kerjasama sejak lama dengan MA seperti saat melakukan penangkapan di Semarang," katanya. Johan juga mengatakan, ke depan KPK akan tetap melakukan kerja sama dengan MA ini.

Seperti diberitakan sebelumnya, selain menangkap hakim Setyabudi dan seorang swasta berinisial A, KPK mengamankan barang bukti berupa uang sekitar Rp 150 juta. Pemberian ini diduga berkaitan dengan kepengurusan suatu perkara di PN Bandung.

Melalui pesan singkat, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengungkapkan kalau transaksi ini diduga berkaitan dengan penanganan perkara bantuan dana sosial Pemerintah Kota Bandung. Setyabudi adalah ketua majelis hakim yang memutuskan perkara korupsi bansos Pemkot Bandung pada pertengahan Desember tahun lalu.

Tujuh terdakwa dalam perkara korupsi bansos tersebut hanya dijatuhi hukuman penjara selama satu tahun ditambah denda masing-masing Rp 50 juta subsider satu bulan penjara. Ketujuh terdakwa juga hanya diharuskan mengganti kerugian negara Rp 9,4 miliar secara tanggung renteng. Padahal kerugian negara dalam kasus itu mencapai Rp 66 miliar.

Ketujuh terdakwa itu adalah mantan Bendahara Pengeluaran Sekretariat Daerah Kota Bandung Rochman, Kepala Bagian Tata Usaha Uus R, ajudan Wali Kota Bandung Dada Rosada yang bernama Yanos Septadi, ajudan Sekretaris Daerah Bandung Luthfan Barkah, staf keuangan Pemkot Bandung Firman Himawan, serta kuasa bendahara umum Havid Kurnia dan Ahmad Mulyana.

Vonis majelis hakim jauh lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang meminta keenam terdakwa dengan hukuman 3 tahun penjara sementara Rochman 4 tahun penjara. Sementara denda yang dituntut pada ketujuh terdakwa yaitu Rp 100 juta.

Terkait penangkapan Setyabudi dan Asep, Johan mengatakan KPK menduga masih ada pihak-pihak lain yang diduga terlibat. "Ini masih diproses di Bandung, tim masih ada di Bandung, nanti akan kami jelaskan begitu informasi yang disampaikan sudah lengkap atau sudah selesai prosesnya," kata Johan.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: KPK Tangkap Tangan Hakim Bandung

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Nasional
    Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Nasional
    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Nasional
    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

    Nasional
    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

    Nasional
    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Nasional
    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com