JAKARTA, KOMPAS.com — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah dua ruangan politisi Partai Golkar, yakni Kahar Muzakir dan Setya Novanto, di Fraksi Golkar, lantai 12 Nusantara I, Kompleks Parlemen, Selasa (19/3/2013) siang. Penggeledahan itu pun langsung menuai kritik dari politisi Partai Golkar Nurdiman Munir.
"Menurut saya, di mana-mana di dunia, parlemen adalah rumah rakyat, terlindung dari hal-hal yang melecehkan. Indikasinya harus kuat, kalau nggak ya jangan (digeledah) dong," ujar Nurdiman di Kompleks Parlemen, Selasa (19/3/2013). Penggeledahan, tegas dia, hanya bisa dilakukan bila sebelumnya sudah ada alat bukti yang kuat.
Bila bukti yang ada lemah, tambah Nudirman, KPK bisa dianggap mempermalukan lembaga legislatif. "Ini kan mempermalukan legislatif. Kalau semua lembaga mau dibuat seperti ini," ucap Anggota Komisi III DPR ini.
Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, penggeledahan dilakukan terkait dengan penyidikan kasus dugaan korupsi terkait Revisi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Penambahan Biaya Arena Menembak PON Riau dengan tersangka Gubernur Riau Rusli Zainal. "Terkait dengan kasus PON Riau dengan tersangka RZ (Rusli Zainal), penyidik melakukan penggeledahan di beberapa tempat, ruang ketua fraksi Setya Novanto dan di ruangan anggota fraksi Kahar Muzakir," kata dia, Selasa (19/3/2013).
Menurut Johan, KPK menurunkan tim penyidik ke sejumlah lokasi penggeledahan sejak pukul 10.30 WIB. "Penggeledahan dilakukan karena diduga ada jejak-jejak, misalnya di sana ada pertemuan," ujarnya.
Namun, Johan tidak mengungkapkan lebih jauh mengenai pertemuan yang disebutkannya itu. Sebelumnya, Setya dan Kahar pernah diperiksa KPK sebagai saksi PON Riau dengan tersangka mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Pemerintah Provinsi Riau Lukman Abbas.
Pertemuan di ruang Setya
Dugaan keterlibatan Setya dan Kahar dalam kasus PON Riau ini muncul berdasarkan kesaksian Lukman Abbas di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Riau, beberapa waktu lalu. Saat itu, Lukman mengaku menyerahkan uang 1,05 juta dollar AS (sekitar Rp 9 miliar) kepada Kahar Muzakir, anggota Komisi X DPR dari Partai Golkar. Uang itu diserahkan sebagai bagian dari langkah meminta tambahan dana untuk PON dari dana APBN, Rp 290 miliar.
Lebih jauh Lukman mengungkapkan, pada awal Februari 2012, dia menemani Gubernur Riau Rusli Zainal mengajukan proposal bantuan dana APBN untuk keperluan PON melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga senilai Rp 290 miliar itu. Proposal itu disampaikan Rusli kepada Setya Novanto dari Fraksi Partai Golkar.
Untuk memuluskan langkah, Lukman mengatakan harus disediakan dana 1,05 juta dollar AS. Setelah pertemuan tersebut, Lukman mengaku diminta menyerahkan uang kepada Kahar. Lukman kemudian menemuinya di lantai 12 Gedung Parlemen dan menyerahkan 850 ribu dollar AS kepada ajudan Kahar.
Pengakuan Setya dan Kahar
Beberapa waktu yang lalu, Setya membenarkan ada pertemuan di ruangannya di lantai 12 Gedung Nusantara I DPR. Namun, menurut Setya, pertemuan itu bukan membicarakan masalah PON, melainkan acara di DPP Partai Golkar.
Setya juga membantah dia pernah menerima proposal bantuan dana APBN untuk keperluan PON Riau. Setya juga membantah pernah menyuruh Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Riau untuk menyerahkan sejumlah uang agar anggaran bantuan turun.
Bantahan yang sama juga pernah disampaikan Kahar. Seusai diperiksa KPK beberapa waktu lalu, dia, melalui pengacara Partai Golkar Rudi Alfonso, membantah telah membantu mengupayakan penambahan anggaran PON Riau.
Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Dugaan Korupsi PON Riau
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.