Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPP: Survei Aneh, Tiba-tiba Megawati dan Ical Teratas

Kompas.com - 18/03/2013, 12:22 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mempertanyakan hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI). Wakil Ketua Umum DPP PPP Lukman Hakim Syafiuddin menilai, survei yang dilakukan LSI aneh karena beberapa nama tiba-tiba berada di peringkat teratas dan mengungguli nama lain yang selama ini menjadi "jawara" berbagai survei. 

"Ini adalah salah satu keanehan karena nama yang muncul di ranking pertama dalam jangka waktu singkat selalu berubah. Ada Jokowi, kemudian Mega, tiba-tiba sekarang ada Ical di posisi kedua. Enggak tahu lagi nanti siapa lagi," ujar Lukman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/3/2013).

Lukman mengungkapkan, partainya sama sekali tidak risau dengan survei LSI. Menurut survei LSI itu, tokoh-tokoh partai Islam tidak mendapatkan dukungan yang kuat. "Kami memang sejak dulu tidak terlalu risau dengan hasil survei. Kami tidak pernah tahu bagaimana metodenya, apa motifnya. Semua orang sekarang bisa melansir sebuah survei. Lembaga yang tiba-tiba tidak punya track record bisa mengumumkan itu hanya dengan mengundang pers," kata Lukman.

Seperti diberitakan, LSI merilis hasil survei terbaru terkait kandidat capres dan cawapres 2014 pada Minggu (17/3/2013) kemarin. Dari survei LSI, ada tiga kandidat capres terkuat, yakni Megawati Soekarnoputri, Aburizal Bakrie, dan Prabowo Subianto. Megawati berada di urutan teratas dengan 20,7 persen; Aburizal Bakrie 20,3 persen; dan Prabowo Subianto 19,2 persen. Selanjutnya ada Wiranto (8,2 persen), Hatta Rajasa (6,4 persen), Ani Yudhoyono (2,4 persen), Suryadarma Ali (1,9 persen), Anis Matta (1,1 persen), Muhaimin Iskandar (1,6 persen), dan Surya Paloh (2,1 persen).

Sementara itu, responden yang masih belum memutuskan pilihannya mencapai 16,1 persen. Survei LSI ini sedikit berbeda dengan survei-survei sebelumnya, yang selalu menempatkan Prabowo Subianto di atas Ical. Selain itu, Jokowi yang biasanya ditempatkan sebagai kandidat calon presiden juga hanya dijadikan sebagai calon wakil presiden serta disandingkan bersama Ical.

Peneliti LSI Adjie Alfaraby mengatakan, nama Jokowi dimasukkan sebagai kandidat cawapres dan bukan capres karena melihat peluang mantan Wali Kota Solo itu diusung sebagai capres oleh PDI Perjuangan sangat kecil.

"Jokowi kecil kemungkinan dicalonkan partainya sebagai capres karena masih ada Megawati yang selama ini elektabilitasnya juga baik," kata Adjie.

Demikian pula dengan Jusuf Kalla. Adjie mengatakan, Partai Golkar sudah menetapkan Aburizal Bakrie sebagai calon presiden yang akan diusung pada Pemilu 2014. Oleh karena itu, kata Adjie, Partai Golkar sudah menutup peluang hadirnya calon presiden lain. Adjie juga mengatakan, nama-nama capres dalam survei yang dilakukan LSI dimasukkan berdasarkan jabatan struktural yang dimiliki di partai masing-masing.

"Berdasarkan pengalaman kami dari pemilu-pemilu sebelumnya, capres yang diusung partai memiliki posisi strategis di partainya. Maka dari itu, nama-nama ini masuk," ujar Adjie.

Dengan pertimbangan itu, lanjutnya, sejumlah nama yang selama ini masuk dalam bursa capres seperti Joko Widodo, Mahfud MD, dan Jusuf Kalla sengaja tidak dimasukkan ke dalam survei.

"Kalau misalnya nama Jusuf Kalla dimasukkan, bisa jadi perolehan suara Ical tidak akan sebesar ini. Ini hanya perbedaan cara simulasi saja," kata Adjie.

Ikuti perkembangan berita terkait politik jelang 2014 dalam topik:
Geliat Politik Jelang 2014

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com