Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Intoleransi di Tahun Politik

Kompas.com - 07/03/2013, 11:14 WIB
Fajar Riza Ul Haq

Kejahatan atas nama agama mengkhianati agama itu sendiri. Kian suburnya aksi kejahatan tersebut sudah seharusnya memanggil langkah nyata dari kepemimpinan yang bertanggung jawab dari semua aktor.

Kesimpulan itu disampaikan special rapporteur PBB Heiner Bielefeldt pada penutupan Forum Aliansi Peradaban di Vienna, 28 Februari lalu. Mendefinisikan kekerasan atas nama agama sebagai bentuk kejahatan (kriminal) mengimplikasikan dua hal, yakni

sikap penegasan untuk tak menoleransi kekerasan atas nama keyakinan, dan menempatkan persoalan itu pada ranah hukum. Masalah ini menjadi fokus perhatian peserta, khususnya pada topik kebebasan beragama.

”Menyedihkan, kita hidup di dunia yang diwarnai intoleransi. Keragaman budaya seharusnya membawa kita pada keragaman dialog dan pengetahuan,” kata Nassir Abdulaziz, High Representative Aliansi Peradaban PBB, pada sesi pembukaan yang dihadiri Sekjen PBB Ban Ki-moon.

Tahun depan, Indonesia tuan rumah untuk perhelatan global itu. Dalam percakapan saya dengan beberapa peserta, terlihat antusiasme mereka menyambut agenda pertemuan mendatang. ”Negara Anda sangat penting, dengan populasi Muslim terbesar di dunia dan semakin memiliki suara di kancah internasional,” kata seorang peserta dari Jerman.

Namun, pada saat bersamaan, Pemerintah Indonesia dihadapkan pada laporan Human Right Watch yang mempertanyakan komitmen Presiden SBY menyelesaikan pelbagai kasus kekerasan dan diskriminasi yang menimpa kelompok-kelompok minoritas. Istana pun meradang.

Ada yang menyentak dari seruan lembaga berbasis di New York itu. Dunia internasional jangan lagi memuji Indonesia sebagai contoh negara toleran. Ini bisa dibaca sebagai akumulasi kekecewaan terhadap kinerja pemerintah yang belum memuaskan dalam menangani pelanggaran HAM, terutama pasca-Sidang Tinjauan Periodik Universal, Dewan HAM PBB, pada Mei 2012. Berlarutnya persoalan intoleransi akan menjadi beban politik pemerintahan SBY di pengujung masa jabatannya.

Padahal, salah satu amunisi andalan diplomasi Kementerian Luar Negeri adalah citra Indonesia sebagai negara Muslim demokratis terbesar di dunia yang bersendikan kebinekaan. Tentu akan jadi pekerjaan tak mudah bagi Kementerian Luar Negeri mengapitalisasi julukan Indonesia sebagai negara yang menghargai perbedaan jika tak ditopang institusi-institusi pemerintah terkait. Peran dan dukungan aktor nirnegara seperti organisasi masyarakat sipil, media, dan sektor swasta ikut menentukan.

Apologetik

Toleransi dalam kehidupan berbangsa harga mati. Pernyataan tegas ini disampaikan Presiden SBY saat menghadiri perayaan 150 tahun HKBP di Jakarta tahun lalu. Saya yakin, SBY setuju pandangan Ricoeur (2012): hakikat toleransi adalah sikap asketisme dalam mempraktikkan kekuasaan negara dan agama seperti kuasa mayoritas, menahan diri untuk tak memaksakan satu keyakinan dan cara beragama tertentu, serta apa yang dirasa pantas menurut dirinya kepada kelompok yang berbeda.

Yang belum kunjung terlihat adalah bagaimana Presiden mengorkestrakan komitmennya di hadapan aparatur negara. Kasus-kasus intoleransi selalu dipahami secara apologetik oleh mayoritas pemangku kebijakan.

Dalam suatu pertemuan koordinasi antarkementerian, seorang perwakilan Kementerian Dalam Negeri menganggap permasalahan intoleransi dan kekerasan hanya percikan, tidak akan membakar bangunan keharmonisan masyarakat yang sudah lama terbangun. Tampaknya pandangan apologetik semacam ini jadi mazhab paling berpengaruh di lingkungan birokrasi, tak terkecuali di kementerian yang mengurusi pendidikan dan agama.

Pada saat yang sama ada kecenderungan menguatnya desakan untuk menjadikan fatwa lembaga keagamaan sebagai tolok ukur kesahihan perilaku berbangsa. Gejala ini tidak hanya ditemukan di masyarakat awam, tetapi juga di kalangan terdidik.

Meski sifatnya tak mengikat secara yuridis, dalam banyak kasus fatwa mampu menyandera logika bernegara seperti pada kasus Ahmadiyah, Syiah, dan pengharaman pluralisme yang menjadi dasar berbangsa. Akan beda cerita jika sebuah fatwa dijadikan salah satu bahan pertimbangan kebijakan setelah diuji nalar publik yang konsensual.

Penelitian Maarif Institute di 50 SMAN (2011) menemukan, budaya kewargaan tidak jadi arus besar di institusi pendidikan. Pendidikan keagamaan belum sepenuhnya menyentuh ruang-ruang konvergensi nilai-nilai agama dengan nilai-nilai kewargaan yang berbasis pada toleransi dan pluralisme. Pendidikan kewarganegaraan pun belum berhasil mentransformasikan prinsip kewargaan ke ranah kognisi dan perilaku siswa. Mendorong tumbuhnya budaya kewargaan yang inklusif di kantong-kantong pendidikan akan dapat menangkal kecenderungan homogenisasi identitas sosial yang kian terlihat belakangan ini. Lembaga pendidikan harus jadi laboratorium integrasi sosial, melampau sekat agama, etnisitas, dan budaya.

Masyarakat Indonesia yang toleran tidaklah konstan dan lahir di ruang kosong. Bandulnya bisa berubah ke arah sebaliknya bila kita terjebak pada apologetisme dan tidak mau bersikap jujur. Keterbukaan pemerintah akan memungkinkan terciptanya komitmen dan kerja sama dengan aktor-aktor nirnegara guna menangani gejala intoleransi dan pelanggaran terhadap kelompok-kelompok minoritas.

Kita berharap hiruk-pikuk tahun politik 2013 tak melalaikan pentingnya memikirkan kembali proses integrasi sosial bangsa. Terlebih, tahun depan Indonesia akan menjadi etalase sebuah negara majemuk yang toleran pada Forum Aliansi Peradaban PBB.

Fajar Riza Ul Haq Direktur Eksekutif Maarif Institute for Culture and Humanity

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

    Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

    Nasional
    PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

    PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

    Nasional
    Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

    Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

    Nasional
    PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

    PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

    Nasional
    ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

    ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

    Nasional
    Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

    Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

    Nasional
    PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

    PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

    Nasional
    Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

    Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

    Nasional
    Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

    Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

    Nasional
    Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

    Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

    Nasional
    Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

    Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

    Nasional
    Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

    Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

    Nasional
    Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

    Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

    Nasional
    Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

    Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

    Nasional
    KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

    KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com