Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Yakin Antasari Pelakunya, Keluarga Nasrudin Uji Materi Pasal PK

Kompas.com - 06/03/2013, 17:55 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA. KOMPAS.com - Keluarga Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasrudin Zulkarnaen mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi, terkait upaya hukum peninjauan kembali (PK). Salah satu alasan pengajuan uji materi ini adalah ketidakyakinan keluarga bahwa mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar adalah perencana pembunuhan kakaknya. Mereka menilai kasus ini sarat kepentingan.

"Saya sebagai saudara Nasrudin Zulkarnaein yang menjadi korban, di mana Antasari Azhar yang dituduh sebagai dalang persoalan terbunuhnya saudara saya, kepentingan sangat erat dengan hukum ini," kata adik Nasrudin, Andi Syamsuddin Iskandar, dalam konferensi pers di Ruang Press Room, Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (6/3/2013). Menurut dia, persoalan ini dia angkat karena terkait denga proses mencari keadilan bagi saudara kandungnya.

"Keluarga terus mencari proses keadilan itu," tegas Andi. Salah satu langkah upaya mencari keadilan tersebut adalah dengan mengajukan gugatan uji materi ketentuan Pasal 263 ayat (1) dan Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang (UU) No 8 tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Kedua pasal mengatur soal mekanisme hukum permohonan Peninjauan Kembali (PK).

Berdasarkan ketentuan pasal 268 ayat (3), pengajuan PK hanya dapat diajukan satu kali. Andi menilai ketentuan itu tidak adil, karena masih ada kemungkinan ditemukan bukti baru (novum). Kondisi tersebut, menurut dia terjadi pada kasus pembunuhan atas kakaknya. "Kami meminta MK memberikan penjelasan kontitusional agar dapat mengajukan PK kembali sesuai dengan bukti baru yang didapat," ujar dia.

Sedangkan klausul pasal 263 ayat (1) KUHAP juga inkonstitusional dan bertentangan dengan pasal 28 UUD 1945. Alasannya, papar Andi, pasal itu membuat keluarga korban dan ahli warisnya tak memiliki hak mengajukan PK. Bunyi pasal 263 ayat 1 adalah 'Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung'.

Kuasa Hukum Andi, Boyamin Saiman, mengatakan 'hak' PK dalam kasus pembunuhan Nasruddin Zulkarnaein sudah digunakan oleh Antasari. Bukan hanya Antasari yang tak bisa lagi mengajukan upaya hukum, ujar dia, keluarga korban yang tak yakin Antasari adalah pembunuh Nasrudin pun tak bisa mengajukan.

"Keluarga korban ini tidak yakin dialah (Antasari Azhar, red) pembunuhnya sehingga kami mengajukan uji materiil, supaya PK ini bisa diajukan dua kali dengan dasar ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mencari bukti baru," ucap Boyamin. Dia menyebutkan permohonan uji materi ini punya kemiripan dengan gugatan yang diajukan Machica Mochtar terhadap UU Pernikahan, yang baru saja dikabulkan MK.

"Memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dijamin pasal 28 C ayat 1 dan 2, bahwa pemanfaat ilmu pengetahuan dan teknologi itu dipakai," ujar Boyamin. Dalam gugatan, kata dia, mereka meminta MK dapat memberikan konstitusional bersyarat terhadap pasal tentang PK itu.

Menurutnya, MK selayaknya memutuskan PK dapat diajukan kembali bila ditemukan bukti baru. "kami meminta konstitusional bersyarat, jadi tidak menghapusnya akan tetapi melengkapinya, "PK diajukan sekali saja', 'kecuali untuk hal-hal yang baru berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat diajukan dua kali," tegas dia.

Seperti diberitakan, Mahkamah Agung menolak permohonan PK Antasari. Dengan penolakan PK itu, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi itu tetap divonis 18 tahun. Hak ini sesuai putusan pengadilan tingkat pertama, yakni PN Jakarta Selatan, dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, serta diperkuat kasasi MA. Antasari divonis terbukti merencanakan pembunuhan Nasrudin.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: MA Tolak PK Antasari

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

    Nasional
    Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

    Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

    Nasional
    Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

    Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

    Nasional
    Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

    Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

    Nasional
    Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

    Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

    Nasional
    Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

    Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

    Nasional
    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Nasional
    Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Nasional
    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Nasional
    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com