JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengaku belum pernah berkomunikasi dengan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono sejak ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi proyek Hambalang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia mengaku sedang menunggu waktu yang tepat untuk berkomunikasi dengan SBY.
"Belum (berkomunikasi dengan SBY). Ya, waktunya belum tepat barang kali. Harus mencari waktu yang tepat. Tepat waktu, kan sesuatu yang baik. Kalau tidak tepat, kan sesuatu yang tidak baik," kata Anas, saat wawancara dengan Kompas TV di kediamannya, Jalan Teluk Semangka, Duren Sawit, Jakarta Timur, Kamis (28/2/2013).
Saat kembali ditanya mengapa belum berkomunikasi atau bertemu SBY hingga kini, Anas menerangkan, kondisi ataupun situasi saat ini belum tepat. Namun ia tak menjelaskan situasi apa yang dimaksud. "Ini, kan kondisinya, situasinya, belum ketemu. Mudah-mudahan akan ketemu waktunya yang tepat," ucapnya.
Anas mengatakan, ia berharap hubungannya dengan SBY berjalan baik. Sesuai etika, menurutnya, ia sebagai politisi muda di Demokrat mengormati seniornya, yakni SBY. "Saya berharap baik-baik saja. Saya berikhtiar ambil posisi selama ini. Yang muda menghormati yang senior. Ini yang akan terus berlangsung," ujarnya.
Seperti diketahui, Anas Urbaningrum menyatakan berhenti sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Sabtu (23/2/2013). Hal itu dia lakukan setelah ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK atas kasus dugaan gratifikasi pada proyek Hambalang. Sejak awal kasus Hambalang mencuat, Anas mengaku yakin tidak akan terjerat. Ia merasa apa yang disampaikan M Nazaruddin hanya tuduhan yang tidak akan terbukti. Keyakinan itu, menurut Anas, muncul setelah melihat independensi dan profesionalisme KPK.
Namun, ia mengaku mulai berpikir akan terjerat ketika ada desakan agar KPK memperjelas status hukum dirinya. Anas tak menyebut dari siapa desakan itu. Hanya saja, seperti diketahui, di sela kunjungan ke luar negeri, Presiden yang juga Ketua Dewan Pembina Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono sempat mengomentari hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang menunjukkan elektabilitas Partai Demokrat tinggal 8,3 persen.
Ketika itu, Presiden meminta KPK segera menuntaskan berbagai kasus secara tepat dan jelas, salah satunya disebut dengan jelas adalah kasus Anas. "Jika salah katakan salah, jika benar katakan benar, termasuk kasus Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang mendapat sorotan luas masyarakat, tetapi KPK belum menentukan putusannya," kata SBY.
Anas pun mengatakan, "Saya baru mulai berpikir saya akan punya status hukum di KPK ketika ada semacam desakan agar KPK segera memperjelas status hukum saya. Kalau benar katakan benar, kalau salah katakan salah. Ketika ada desakan seperti itu, saya baru mulai berpikir jangan-jangan...," katanya.
Ia lalu mengaku semakin yakin akan menjadi tersangka setelah diminta berkonsentrasi menghadapi masalah hukum di KPK. Lagi-lagi Anas tak menyebut siapa yang memintanya itu. Hanya saja, diketahui bahwa SBY selaku Ketua Majelis Tinggi pernah menyebut hal itu ketika memutuskan mengambil alih kewenangan partai.
Anas pun lalu mengaitkannya dengan bocornya surat perintah penyidikan (sprindik) atas namanya. Hingga saat ini mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Islam itu mengaku tidak terlibat. Anas mengatakan, hal itu baru permulaan. Apa yang terjadi barulah halaman pertama dalam sebuah buku.
Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Krisis Demokrat
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.