Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Irjen Djoko Diduga Poligami, Polri Tunggu Laporan Istri

Kompas.com - 13/02/2013, 20:50 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepolisian akan menelusuri dugaan poligami yang dilakukan Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Namun, penelusuran baru bisa dilakukan setelah ada laporan dari pihak yang merasa dirugikan oleh poligami itu. Dari laporan tersebut, baru akan dikaji ada atau tidaknya pelanggaran etika profesi kepolisian.

"Kami belum tahu (soal poligami Djoko). Belum ada laporan. Nanti kalau istri pertama melapor, baru akan ramai lagi," ujar Irwasum Komisaris Jenderal Fajar Prihantoro, seusai rapat kerja dengan Komisi III di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (13/2/2013).

Namun, Fajar mengatakan bahwa anggota Polri tidak diperbolehkan melakukan poligami. "Nggak boleh (poligami) itu. Nanti sanksinya dilihat dulu proses laporan di Propam (Profesi dan Pengamanan) Polri. Dilihat bagaimana dia menafkahi," ucap Fajar.

Hari ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Dipta Anindita. Dia diduga memiliki hubungan pernikahan dengan Djoko Susilo. Putri Solo 2008 itu diperiksa KPK karena dianggap tahu seputar aset yang dimiliki Djoko.

Saat dikonfirmasi, salah satu pengacara Djoko, Juniver Girsang, mengatakan Dipta adalah kerabat Djoko. Juru Bicara KPK Johan Budi beberapa waktu lalu mengaku tidak tahu soal kedekatan Djoko dengan Dipta. Dia hanya mengatakan kalau Dipta berprofesi sebagai ibu rumah tangga.

Informasi mengenai status Dipta sebagai istri Djoko datang dari KUA di Sukoharjo, Jawa Tengah. Senin (11/2/2013), dua penyidik KPK datang ke KUA itu, meminta semua berkas asli pernikahan tersebut.

KPK menetapkan Djoko sebagai tersangka kasus dugaan korupsi simulator SIM atas dugaan bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, tetapi justru merugikan keuangan negara. Selain Djoko, KPK menetapkan tiga tersangka lainnya, yakni Brigadir Jenderal (Pol) Didik Purnomo, Budi Susanto, dan Sukotjo S Bambang.

Dalam pengembangannya, KPK menetapkan Djoko sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang senilai Rp 45 miliar. Pencucian uang antara lain dilakukan dengan membeli aset properti, baik tanah maupun bangunan, yang diatasnamakan kerabat serta orang dekat Djoko.

Informasi yang diperoleh Kompas.com dari KPK menunjukkan nilai aset Djoko sejak 2012 mencapai Rp 15 miliar. Sementara itu, nilai aset yang diduga dimiliki Djoko sejak menjabat Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya mencapai Rp 30 miliar. Nilai aset ini belum termasuk yang berupa sejumlah lahan di Leuwinanggung, Tapos, Bogor, dan Cijambe, Subang.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Dugaan Korupsi Korlantas Polri

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

    BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

    Nasional
    Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

    Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

    Nasional
    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

    Nasional
    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Nasional
    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    Nasional
    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

    Nasional
    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com