JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik Yudi Latief menilai, Partai Demokrat dalam posisi sulit jika tetap mengandalkan figur sebagai modal kampanye politik jelang pemilu 2014. Figur Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Ketua Dewan Pembina partai tidak memiliki kekuatan mendongkrak elektabilitas partai berlambang bintang mercy itu.
"Selama ini figur Demokrat bergantung pada SBY. Sementara publik melihat SBY sudah berakhir. Nah kalo SBY sudah berakhir kan publik juga dihadapkan pada dukungan yang sulit, karena dulu Demokrat identik dengan SBY," kata Yudi di Dapur Selera, Jakarta, Minggu (10/2/2013).
Yudi menjelaskan, dukungan pada Demokrat makin sulit karena tidak ada pengungkit yang dapat mempertahankan kesetiaan pendukungnya. Sebab, mayoritas pendukung Demokrat notabene memang bukan pendukung setia. Hal itu dikarenakan pendukung Demokrat tidak terikat dengan satu garis idelogi tertentu.
"Pendukungnya itu hanya swing voters yang cair. Mereka betul-betul mendukung Demokrat karena masalah personalitas dengan SBY bukan terhadap kesetiaan pada partai," kata mantan wakil Rektor Universitas Paramadina itu.
Selain itu, kata Yudi, kampanye politik yang menonjolkan figur bukan monopoli Demokrat semata. Partai lainnya terutama debutan baru juga memiliki kekuatan serupa. Sehingga suara untuk partai pemenang pemilu 2009 itu diprediksikan akan lari ke parpol lainnya yang menggunakan modal figur sebagai peraga kampanye politik.
"Demokrat telah mengalami yang namanya tidak akan kembali pada posisi normal karena tendensinya terus menurun. Kalau dengan skenario yang normal, kompetisi yang fair, Demokrat harus menerima kenyataan menjadi partai (Memperoleh suara) yang satu digit bukan lagi dua digit," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.