JAKARTA, KOMPAS.com - Lagi, masalah kampanye mendapat sorotan. Untuk menekan biaya pemilu, bahkan diperkirakan bisa mencegah maraknya korupsi, butuh ada pengaturan ekstrem soal kampanye. Termasuk pengaturan untuk kampanye dalam pemilu kepala daerah.
"(Butuh aturan kampanye) lebih ekstrim, misalnya alat kampanye harus melalui satu pintu lewat KPU sehingga terkontrol. Misalnya spanduk harus dicap KPU dulu. Yang enggak ada harus dicopot," papar Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, di Jakarta, Kamis ( 20/1/2013 ). Dia juga mencontohkan masalah pelarangan pengerahan massa dalam kampanye.
Sebaiknya, kata Gamawan, kampanye didorong menggunakan media massa. Langkah lain, misalnya membatasi jumlah penggunaan spanduk, baliho, poster, dan alat kampanye lainnya. Gamawan berpendapat pengaturan yang lebih ekstrem ini butuh keberanian bersama. "Untuk mengefisienkan anggaran," kata dia.
Apalagi, imbuh Gamawan, efektivitas kampanye untuk mempengaruhi publik pun diperkirakan hanya sepuluh persen. Menurut dia, kebanyakan pemilih sudah memiliki pilihan sebelum masa kampanye tiba.
Di sisi lain, mahalnya biaya kampanye berdampak pada rentannya terjadi penyimpangan, terutama korupsi ketika telah terpilih. Dia menyebutkan sejak 2004 sudah tercatat 290 kepala daerah bermasalah dengan hukum. "(Dari jumlah itu) 86 persen di antaranya terkait kasus korupsi," kata dia.
Bisa saja maraknya kasus korupsi tersebut tidak berkaitan dengan masalah kampanye. Tapi bisa jadi pula memang ada korelasinya. Tetapi pada prinsipnya, tegas Gamawan, posisi Pemerintah dalam pembahasan RUU Pemilu Kepala Daerah di DPR, adalah menyetujui perlunya pemilu yang efisien dan efektif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.