Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrasi Rental Mobil

Kompas.com - 04/02/2013, 02:10 WIB

Jika benar proses korporatisasi parpol telah dan sedang terjadi, tentunya akan sangat menarik untuk mencermati bisnis model apa yang selama ini jadi acuan sebagian parpol. Silih Agung Wisesa, seorang pakar pemasaran dan komunikasi politik, pernah melakukan studi. Hasilnya cukup mengejutkan. Calon gubernur dan calon bupati harus mengeluarkan dana hingga Rp 200 miliar dan Rp 6 miliar untuk bisa menjadi kandidat yang layak diperhitungkan. Dana tersebut untuk ”membeli” dukungan partai dan mendanai berbagai kebutuhan kampanye.

Mengaca pada berbagai pemilihan kepala daerah, tampaknya model bisnis sebagian parpol di Indonesia mendekati model bisnis rental mobil. Siapa pun bisa menyewa mobil untuk dikendarai menuju tujuan tertentu asalkan membayar uang sewa yang besarnya tergantung dari jenis mobil. Kalau satu mobil dirasa tak mencukupi, penyewa bisa melakukan koalisi dengan menyewa beberapa mobil sekaligus.

Setelah mendapatkan mobil, penyewa harus mencari sopir dan kernet, mengisi bensin, lalu membeli GPS atau menyewa pemandu (tour guide). Dalam konteks pemilihan kepala daerah, calon gubernur atau calon bupati harus membentuk tim sukses termasuk membiayai keperluan logistik mereka serta menyewa konsultan politik untuk melakukan survei dan menyusun strategi pemenangan, karena parpol umumnya tak menyediakannya.

Tak hanya itu, ketika semuanya sudah siap, sendirian si penyewa harus mencari penumpang karena mayoritas parpol tak punya konstituen yang loyal. Dengan kata lain, calon gubernur atau calon bupati harus berjuang dari pintu ke pintu, mengumpulkan masa, dan memasang iklan di berbagai media untuk meraih dukungan pemilih. Suatu proses yang melelahkan dan mahal.

Keberanian menghentikan

Bisnis model inilah yang menyebabkan demokrasi di Indonesia sangat mahal dan elitis. Hanya mereka yang punya sumber dana saja yang berkesempatan tampil dalam pentas politik.

Dikombinasikan dengan rendahnya pemahaman rakyat terhadap para kandidat membuat demokrasi kita sangat berpotensi untuk memilih sosok pemimpin yang salah. Perlu keberanian parpol untuk menghentikan proses korporatisasi ini dengan lebih menonjolkan ideologi dan memodifikasi bisnis modelnya. Mereka harus berani mencalonkan tokoh yang layak dipilih karena faktor kompetensi dan dedikasi, bukan faktor amunisi.

Partai bersangkutan barangkali tak menerima upeti dari para kandidat, tetapi ia akan mendapatkan manfaat berupa peningkatan popularitas dan elektabilitas. Pada gilirannya, hal ini akan menurunkan biaya yang dibutuhkan partai dalam memenangi kompetisi demokrasi. Sejatinya, menurunkan biaya sama dengan menaikkan pendapatan.

Hanya dengan keberanian partai mengambil sikap, kita dapat mengakhiri demokrasi rental mobil di Indonesia. Keberanian ini tak hanya akan meninggikan martabat parpol, tetapi juga akan melahirkan demokrasi yang terjangkau dan mampu menghasilkan politisi atau pemimpin terbaik.

Tampaknya proses ini sudah dimulai oleh sebagian partai, baik di pemilihan kepala daerah DKI Jakarta maupun Jawa Barat. Tren ini harus terus digulirkan ke seluruh Indonesia.

Wijayanto Samirin Deputi Rektor Universitas Paramadina; Co-founder and Managing Director Paramadina Public Policy Institute

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com