Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKS Belum Berencana Keluar dari Koalisi

Kompas.com - 02/02/2013, 20:53 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera bidang Kebijakan Publik Hidayat Nur Wahid menegaskan, partainya belum membicarakan wacana akan keluar dari koalisi. Menurutnya, aneh jika PKS keluar dari koalisi hanya karena Luthfi Hasan Ishaaq, mantan Presiden PKS, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap impor daging sapi.

"Pak Anis Matta sudah mengatakan bahwa agenda yang ada saat ini pembenahan di dalam, bagaimana konsolidasi internal," ujar Hidayat, Sabtu (2/2/2013), di Kantor DPP PKS, Jakarta.

Hidayat menjelaskan, PKS saat ini tengah mencermati perkembangan politik yang ada. "Akan jadi aneh kami jika kami keluar dari Setgab setelah peristiwa kemarin. Jadi, kami akan cermati satu atau dua minggu ke depan," katanya.

Saat ditanya soal suara di akar rumput yang menginginkan agar PKS keluar dari koalisi pasca Luthfi Hasan menjadi tersangka, Hidayat mengatakan, aspirasi itu boleh-boleh saja. Namun, ia menegaskan, suara kader PKS yang menginginkan agar PKS terus berada di dalam koalisi jauh lebih besar.

"Suara adalah bagian demokratis biasa saja tapi suara atau aspirasi tidak identik dengan keputusan. Itu hanya suara aspirasi yang emosional. Justru banyak suara kader yang ingin tetap koalisi," kata mantan Presiden PKS ini.

Menurut Hidayat, di masa krisis seperti ini, pengurus PKS dituntut untuk untuk bersikap realistis dan rasional. "Kami harus terukur ke depan dalam berpikir. Kalau keluar dari koalisi, justru hanya akan menimbulkan kontroversi baru," ujarnya.

Sebelumny,a Presiden baru PKS Anis Matta mengakui adanya tuntutan kader agar PKS keluar dari koalisi. Ia tidak menampik bahwa aspirasi dari kader PKS itu muncul setelah Luthfi Hasan Ishaaq ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap impor daging sapi.

"Suara itu kencang berembus setelah peristiwa ini. Keputusannya akan dilakukan dalam waktu yang akan datang," kata Anis.

Keputusan tersebut, lanjutnya, akan ditentukan oleh Majelis Syuro. Majelis Syuro PKS yang terdiri dari 99 anggota nantinya akan melakukan rapat untuk menentukan kebijakan strategis partai. 

Tersandung kasus sapi

Seperti diberitakan, Luthfi Hasan Ishaaq, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap impor daging sapi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia lalu ditangkap pada Kamis (31/1/2013) lalu, saat usai memimpin rapat di kantor PKS. Sehari kemudian, Luthfi menyatakan mengundurkan diri dari posisinya sebagai Presiden PKS.

Dalam kasus dugaan suap impor daging sapi ini, KPK menetapkan tiga orang tersangka lainnya yakni orang dekat Luthfi, Ahmad Fathanah, serta dua direktur PT Indoguna, yakni Arya Abdi Effendi dan Juard Effendi. Luthfi dan Fathanah diduga menerima suap terkait kebijakan impor sapi dari dua direktur PT Indoguna tersebut.

Penetapan Luthfi sebagai tersangka tersebut berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK, Selasa (29/1/2013) malam. Dari situ, KPK mengamankan empat orang, yakni Ahmad Fathanah, Arya Abdi Effendi, Juard Effendi, dan seorang wanita bernama Maharani.

Bersamaan dengan penangkapan tersebut, KPK menyita uang Rp 1 miliar yang disimpan dalam kantong plastik dan koper. Keempatnya lalu diperiksa seharian di gedung KPK, Kuningan, Jakarta.

Melalui proses gelar perkara, KPK menyimpulkan ada dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan Luthfi sebagai tersangka. Informasi dari KPK menyebutkan, uang yang dijanjikan PT Indoguna terkait kebijakan impor daging sapi ini mencapai Rp 40 miliar. Adapun uang Rp 1 miliar yang ditemukan saat penggeledahan tersebut, diduga hanya uang muka.

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Skandal Suap Impor Daging Sapi

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com