Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benteng Terakhir Keadilan Itu Semakin Goyah

Kompas.com - 26/12/2012, 09:53 WIB
M Fajar Marta

Penulis

M Fajar Marta

Sepanjang tahun ini, publik dikejutkan sejumlah perbuatan tercela yang dilakukan para hakim. Sekecil apa pun perbuatan tercela yang dilakukan hakim tentu sulit diterima masyarakat mengingat hakim merupakan profesi sangat mulia dan luhur. Saking mulianya, hakim kerap dijuluki ”wakil Tuhan di dunia” yang mengemban tugas menegakkan keadilan.

Pertengahan Agustus 2012, publik dibuat terperanjat saat dua hakim pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) ditangkap, yakni Kartini Juliana Magdalena Marpaung yang bertugas di Semarang dan Heru Kisbandono yang bertugas di Pontianak. Mereka diduga menerima suap dari pengusaha bernama Sri Dastuti terkait perkara korupsi yang ditangani Kartini di Pengadilan Tipikor Semarang.

Belum hilang dari ingatan, publik kembali dibuat terbelalak oleh perilaku tercela yang dilakukan hakim Pengadilan Negeri (PN) Bekasi, Puji Wijayanto. Ia ditangkap saat menggunakan sabu di sebuah tempat karaoke di Jalan Hayam Wuruk, Jakarta, 16 Oktober 2012.

Puncak dari keterkejutan publik adalah perbuatan yang dilakukan Achmad Yamanie, seorang hakim agung yang semestinya jauh dari perbuatan tercela. Yamanie diduga memalsukan putusan untuk terpidana kasus narkotika Hanky Gunawan dalam sidang peninjauan kembali (PK).

Pada putusan PK Hanky Gunawan, majelis hakim yang dipimpin Imron Anwari dengan hakim anggota Achmad Yamanie dan Nyak Pha membatalkan hukuman mati Hanky Gunawan. Majelis hakim agung itu menjatuhkan vonis 15 tahun untuk pemilik pabrik ekstasi asal Surabaya tersebut. Namun, putusan kemudian dipalsukan menjadi hanya 12 tahun penjara.

Guru Besar Hukum Universitas Andalas Saldi Isra mengatakan, merebaknya berbagai skandal yang melibatkan sejumlah hakim agung mencerminkan ambruknya benteng terakhir penegakan hukum. ”Jika hakim agung bermasalah, sebenarnya langit penegakan hukum sudah runtuh,” kata saldi.

Dengan merebaknya berbagai kasus perbuatan tercela para hakim itu, apakah bisa diartikan jumlah hakim nakal tahun ini cenderung meningkat? Tentu tidak bisa dimaknai demikian. Namun, catatan akhir tahun 2012 Komisi Yudisial (KY) bisa memberikan gambaran.

Berdasarkan laporan KY, rekomendasi pemberian sanksi terhadap hakim nakal pada tahun 2012 meningkat dibanding tahun 2011. Tahun 2012, KY merekomendasikan pemberian sanksi kepada 23 hakim. Rinciannya, sebanyak 17 hakim diberi sanksi ringan, 3 hakim sanksi sedang, dan 3 hakim sanksi berat. Dari rekomendasi tersebut telah dilakukan lima sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) dengan hasil 3 hakim diberhentikan dan 2 hakim diberi sanksi administratif.

Adapun pada tahun 2011 KY hanya merekomendasikan pemberian sanksi kepada 16 hakim. Dari rekomendasi tersebut, dilakukan empat sidang MKH dengan putusan 2 hakim diberhentikan dan 2 lainnya diberi sanksi administratif.

Peningkatan juga terjadi pada hakim yang diperiksa KY. Pada 2011, KY memeriksa 81 hakim, sedangkan pada 2012 jumlah hakim yang diperiksa meningkat menjadi 160 orang. Namun, jumlah laporan ke KY mengenai perilaku hakim menurun dari 740 laporan pada 2011 menjadi 567 laporan pada 2012.

Sepanjang 2012 ada tiga hakim yang diberhentikan melalui sidang MKH, yakni Abdurrahim, hakim yang bertugas di Pengadilan Agama (PA) Jakarta Selatan; Putu Suika, hakim pada Pengadilan Negeri Denpasar, Bali; dan Hakim Agung Achmad Yamanie. Abdurrahim diberhentikan karena mangkir dari tugas selama 14 bulan berturut-turut, sedangkan Putu diberhentikan karena melanggar kode etik, salah satunya berkaraoke dengan pihak berperkara.

Hilangnya integritas hakim juga terlihat dari banyaknya koruptor yang dibebaskan. Koalisi Masyarakat Sipil mengungkapkan, ada 71 terdakwa korupsi yang dibebaskan pengadilan tipikor di daerah dalam rentang waktu 2010-2012. Pengadilan Tipikor Surabaya tercatat sebagai pemegang rekor terbanyak. Selain vonis bebas, persoalan lain adalah rendahnya hukuman (1-2 tahun) dan munculnya tren hukuman tahanan kota.

Upaya pertama yang bisa dilakukan untuk meningkatkan reputasi hakim, terutama hakim tipikor, tentulah memperketat proses rekrutmennya. Sayangnya, proses rekrutmen hakim tipikor yang dilakukan KY pada tahun 2012 belum bisa menjaring hakim yang benar-benar bersih dan berintegritas.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat terdapat sejumlah persoalan dalam rekrutmen hakim tipikor, antara lain tidak ada cetak biru yang memberikan gambaran bagaimana hakim yang baik bisa terpilih. Panitia seleksi juga kesulitan memotret faktor integritas calon. Belum ada indikator yang jelas untuk menyaring calon dengan standar integritas tinggi.

Juga belum ada kerja sama MA atau panitia seleksi dengan institusi lain yang terkait untuk kepentingan memotret rekam jejak calon agar calon bermasalah tidak lolos.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

    Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

    Nasional
    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

    Nasional
    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

    Nasional
    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

    Nasional
    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

    Nasional
    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

    Nasional
    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

    Nasional
    Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

    Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

    Nasional
    Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

    Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

    Nasional
    Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

    Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

    Nasional
    Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

    Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

    Nasional
    Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

    Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

    Nasional
    KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

    KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

    Nasional
    TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

    TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

    Nasional
    KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

    KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com