Kinerja yang buruk ini diakui Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ignatius Mulyono di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/12). Meski buruk kinerjanya, DPR membuat target tinggi. Dari 70 RUU itu, hanya 12 RUU yang baru. Sisanya 58 RUU merupakan RUU 2010-2012 yang belum diselesaikan.
Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandri menilai, desain Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tidak melihat kapasitas DPR dan pemerintah. ”Kalau pendekatannya semata-mata kuantitas, bisa diprediksi, tidak realistis,” ujarnya.
Menurut Ronald, lebih baik DPR dan pemerintah menetapkan sedikit RUU prioritas yang strategis saja. RUU yang tak selesai dibahas sebelumnya sebaiknya tidak secara otomatis jadi prioritas. Jika tidak ada kemajuan dalam penyusunan ataupun pembahasan, sebaiknya RUU dikeluarkan dari Prolegnas tahun berikutnya.
PSHK melihat, setidaknya ada tiga RUU bidang politik, hukum, pertahanan, dan keamanan yang layak dikeluarkan dari Prolegnas. Di antaranya RUU Keamanan Nasional (Kamnas), RUU Rahasia Negara, dan RUU tentang Komponen Cadangan Pertahanan Negara.
Namun, ketiga RUU itu tetap masuk Prolegnas 2013. RUU Komponen Cadangan Pertahanan Negara dan RUU Keamanan Nasional dalam tahap pembahasan tingkat I. Kedua RUU itu masuk kategori RUU yang diluncurkan Prolegnas 2013. Adapun RUU Rahasia Negara masih tahap penyusunan draf dan naskah akademik oleh pemerintah.
Sementara itu, desakan agar RUU Kamnas tidak dibahas disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan. Koalisi ini terdiri atas 16 lembaga swadaya masyarakat.
Al Araf dari Imparsial mengatakan, banyak substansi dari RUU Kamnas yang dapat membahayakan hak asasi warga negara. Secara substansial, banyak yang telah diatur oleh undangundang lain. Beberapa pasal malah memberikan otoritas yang besar pada rezim dalam menentukan ancaman keamanan nasional dan mengerahkan militer.