JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia masih harus bergulat dengan praktek korupsi yang sudah mengakar di lembaga-lembaga pemerintahan. Dari rentang waktu 2004-2011, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis para koruptor menggerogoti uang rakyat sebesar Rp 39,3 triliun.
Sayangnya, di tengah upaya pemberantasan korupsi, langkah KPK justru tidak didukung penuh lembaga-lembaga lain. Penyidik-penyidik KPK dari unsur kepolisian bahkan ditarik satu persatu oleh Polri.
"Semakin sukses, KPK pasti akan semakin banyak musuhnya. Ini wajar sekali," ujar Sekretaris Jenderal Transparency Indonesia (TII) Natalia Soebagio, Jumat (6/12/2012), dalam jumpa pers rilis Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia di Hotel Athlete Century, Jakarta.
Natalia melihat bahwa kondisi negara yang ideal di mana seluruh aparat pemerintahan bersih, maka KPK tidak lagi diperlukan. Namun, Indonesia masih jauh dari kategori "ideal".
"Dalam dunia yang ideal harusnya KPK tidak diperlukan. Tetapi, kita tidak berada di negara yang ideal tapi jauh dari ideal. Karena penegak hukum dianggap lemah, maka dibentuk KPK," ucapnya.
Pada tahun 2011 lalu, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yakni 3.0 atau jika dikonversikan dengan metode baru berarti 30.
Sementara pada tahun 2012 IPK Indonesia 32. Peringkat Indonesia sejajar posisinya dengan Republik Dominika, Ekuador, Mesir, dan Madagaskar. Secara regional, Indonesia masih kalah dengan Singapura (skor IPK 87), Brunei Darussalam (55), Malaysia (49), Thailand (37), Filipina (34), dan Timor Leste (33).
Dengan kondisi seperti itu, Natalia menilai KPK harus didukung karena lembaga ini yang merupakan satu-satunya lembaga di negeri ini yang fokus melakukan pemberantasan korupsi. Tetapi, kerja KPK tidak bisa berhasil tanpa kerja sama lembaga penegak hukum lainnya.
"Namun, yang terjadi sekarang justru persaingan-persaingan antar lembag. Ini yang harus dijaga supaya tidak menbuat tujuan menghilangkan korupsi terlupakan," kata Natalia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.