Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan di Balik Aksi Minta Upeti Anggota DPR

Kompas.com - 03/12/2012, 18:56 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Para politisi Senayan diterpa citra negatif atas laporan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan. Para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dianggap kerap meminta jatah kepada pemerintah untuk menggolkan sebuah anggaran. Laporan Dahlan bukan kasus pertama di mana anggota Dewan dikabarkan melakukan kolusi maupun korupsi.

Beberapa politisi Senayan bahkan sudah diseret ke meja hijau atas kasus-kasus korupsi seperti M Nazaruddin, Angelina Sondakh, dan Wa Ode Nurhayati. Banyaknya politisi yang melanggar untuk mendapatkan uang ekstra ini ditengarai tidak hanya bermotif untuk memperkaya diri.

"Motif para politisi lakukan peras-memeras tidak hanya ingin memperkaya diri, tapi karena ingin balas jasa politik," ujar pengamat politik dari The Indonesian Institute, Hanta Yudha, Senin (3/12/2012)

Selain itu, Hanta menilai para politisi melakukan tindakan korup karena harus membalikkan modal saat kampanye. "Motif lainnya bisa mengisi pundi-pundi partai, jadi untuk dana politik partai yang tidak bisa sedikit," tuturnya.

Menurut Hanta, persoalan dasar dari perilaku korup politisi Senayan ini terkait kegagalan dan kerapuhan sistem pendanaan partai politik. Anggota partai diwajibkan membayar iuran besar kepada partainya. Semakin besar iuran diberikan, maka akan semakin tinggi posisi yang didapatnya. Tekanan partai kepada anggotanya untuk mengisi kas partai ini, lanjut Hanta, merupakan imbas dari liberalisme pemilu tanpa adanya pembatasan dana kampanye.

"Dengan biaya politik sangat besar, menuntut politisi mendapatkan sumber dana besar pula, sementara APBN sangat kecil. Fasilitas negara kepada parpol juga terbatas," kata Hanta.

Penyebab lainnya, lanjut Hanta, adalah sistem transaksional dalam proses rekrutmen di partai politik. Solusi terbaik dari persoalan ini adalah parpol harusnya dibiayai oloeh publik melalui APBN dan diberikan fasilitas lewat mekanisme pajak.

"Jika publik kemudian ada pelanggaran yang dilakukan parpol, harus ada sanksi tegas saat ada parpol meraup dana tidak resmi. Lalu ada pertanggungjawaban jelas kalau ada pembuktian terbalik, kalau melanggar dicabut," tandas Hanta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

    Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

    Nasional
    Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

    Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

    Nasional
    Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

    Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

    Nasional
    Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

    Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

    Nasional
    Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

    Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

    Nasional
    Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

    Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

    Nasional
    KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

    KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

    Nasional
    Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

    Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

    Nasional
    Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

    Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

    Nasional
    Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

    Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

    Nasional
    Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

    Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

    Nasional
    PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

    PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

    Nasional
    Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

    Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

    Nasional
    6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

    6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

    Nasional
    Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

    Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com