Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BK Targetkan Kasus Pemerasan BUMN Tuntas Pekan Depan

Kompas.com - 21/11/2012, 17:46 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat menargetkan pengusutan kasus pemerasan terhadap direksi Badan Usaha Milik Negara selesai pekan depan. Setelah itu, BK DPR akan melakukan pleno untuk menentukan jenis pelanggaran dan sanksi yang akan diberikan kepada anggota Dewan yang dilaporkan.

"Kami akan dalami dan secepatnya selesai pekan depan pemanggilannya," ujar Ketua BK M Prakosa, Rabu (21/11/2012), di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

Sejak Menteri BUMN Dahlan Iskan membeberkan beberapa anggota Dewan meminta jatah ke direksi BUMN ke media massa, BK langsung menindaklanjutinya dengan memanggil Dahlan pada Senin (5/11/2012) lalu. Selanjutnya, BK juga sudah memanggil tiga direksi BUMN yang dikabarkan diperas anggota dewan seperti PT PAL Indonesia, PT Garam, dan PT Merpati Nusantara Airlines (MNA).

Ketiga direksi itu mengaku mengadakan pertemuan dengan anggota Dewan dan sempat dimintai jatah terkait penyertaan modal negara (PMN). Jatah yang diminta para anggota dewan berkisar 1-5 persen. Hingga kini, baru satu anggota Dewan yang dipanggil BK yakni anggota Komisi VI DPR Idris Laena. Laena diadukan Dahlan telah meminta jatah terhadap PT PAL Indonesia dan PT Garam.

BK masih akan memanggil anggota Dewan yang lain untuk melengkapi keterangan. Setelah selesai meminta keterangan para anggota Dewan yang diadukan Dahlan, BK akan mempertimbangkan soal sanksi yang akan diberikan kepada anggota Dewan yang melakukan pelanggaran etik.

"Sekitar dua minggu lagi, baru diputus," imbuh Prakosa.

Tidak Ada Indikasi Pidana

Selain itu, Prakosa juga mengungkapkan, sejauh ini BK baru melihat adanya indikasi pelanggaran etika, bukan pidana.

"Adanya pertemuan-pertemuan di luar agenda dan di luar DPR bisa menjadi indikasi kuat pelanggaran etika, bukan pidana," imbuh Prakosa.

Politisi PDI-Perjuangan ini pun mengaku kesulitan melanjutkan kasus dugaan pemerasan ini ke ranah hukum.

"Kami hanya memiliki bukti etik, tidak ada bukti hukum seperti dokumen, foto, atau pun rekaman. Pak Dahlan tidak serahkan bukti-bukti itu termasuk juga direksinya, sehingga yang kami dapat hanya pengakuan-pengakuan yang bisa dijadikan bukti etik," imbuh Prakosa.

Baca juga:
Dahlan, Jadi Pahlawan atau Pecundang?

Berita-berita terkait lainnya dalam topik:
Kongkalikong di Kementerian
Dahlan Iskan Versus DPR

Dan, berita terhangat Nasional dalam topik:
Geliat Politik Jelang 2014

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

    PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

    Nasional
    Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

    Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

    Nasional
    Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

    Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

    Nasional
    KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

    KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

    Nasional
    Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

    Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

    Nasional
    KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

    KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

    Nasional
    KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

    KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

    Nasional
    Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

    Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

    Nasional
    Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

    Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

    Nasional
    Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

    Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

    Nasional
    Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

    Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

    Nasional
    Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

    Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

    Nasional
    Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

    Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

    Nasional
    Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

    Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

    Nasional
    Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non-Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

    Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non-Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com