Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dirut Merpati Tidak Pernah Lapor ke Dahlan

Kompas.com - 20/11/2012, 12:05 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) Rudy Setyopurnomo memenuhi panggilan Badan Kehormatan DPR pada Selasa (20/11/2012) pagi ini. Rudy hadir untuk dimintai keterangannya terkait upaya pemerasan yang diduga dilakukan anggota Komisi XI terhadap direksi PT Merpati. Rudy hadir sekitar pukul 09.30 ditemani oleh sekitar tiga orang stafnya.

Begitu tiba di lantai 2 Gedung Nusantara II, Rudy tampak tak mau banyak bicara. Ia hanya menjelaskan bahwa kehadirannya di DPR hanya untuk memenuhi panggilan BK. "Saya di sini karena dipanggil. Agendanya ada di dalam surat. Kalau ditanya, saya jawab," ujar Rudy.

Rudy mengaku tak memiliki persiapan khusus dalam pemanggilannya kali ini. Ia pun menyatakan sama sekali tidak membawa dokumen-dokumen untuk barang bukti dugaan adanya upaya pemerasan. "Tidak ada. Hanya zikir dan doa, shalat tahajud," ucap Rudy.

Saat ditanya soal dugaan pemerasan yang dilakukan anggota Komisi XI pada pertemuan seperti yang dilaporkan Menteri BUMN Dahlan Iskan, Rudy justru balik bertanya pemerasan yang dimaksudkan. Ia menjelaskan bahwa dirinya hanya menceritakan peristiwa itu ke pemegang saham Merpati, bukan Dahlan.

"Laporan kejadian itu saja ke pemegang saham. Laporannya tentang performance Merpati supaya lebih baik," kata Rudy.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan menyerahkan tiga kasus pemerasan terhadap tiga direksi BUMN. Salah satu BUMN yang sempat dimintai jatah adalah PT Merpati Nusantara Airlines. Direksi Merpati sempat menjanjikan akan memberikan success fee terhadap anggota Dewan. Anggota Badan Kehormatan Usman Ja'far mengatakan, upaya minta jatah ini terjadi di saat Merpati mengajukan permohonan peningkatan dan penyertaan modal negara.

"Saya enggak tahu apakah minta bantuan atau bagaimana. Intinya seolah-olah nanti si anggota Dewan ini menolong, tapi ada semacam success fee yang diminta oknum Dewan," ujar Usman.

Usman mengatakan, Dahlan menceritakan bahwa permintaan itu kemudian ditolak oleh direksi Merpati saat ini. "Tapi, ada cerita juga ternyata direksi Merpati yang lama yang sudah janji-janji. Namun, direksi yang baru menolak laksanakan itu, jadi timbul gesekan di sana," kata Usman lagi.

Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Demokrat Achsanul Qosasi mengatakan, aduan Dahlan Iskan terkait pertemuan direksi Merpati dengan sejumlah anggota Komisi XI bertempat di ruang pimpinan komisi. Namun, Achsanul membantah jika pertemuan itu disebut sebagai upaya pemerasan.

"Jadi, kami bukan dalam meminta di dalam forum kecil itu. Diskusi kecil itu biasa, tidak ada pemerasan, tuduhan memeras ini menyakitkan," ujar Achsanul, Jumat (9/11/2012), dalam jumpa pers di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

Achsanul menceritakan, sekitar 2-3 bulan lalu Komisi XI sempat melakukan rapat kerja dengan direksi PT Merpati Nusantara Airlines. Namun, sebelum rapat dimulai, sekitar 10-15 orang anggota Komisi XI berbincang di ruang komisi sambil menunggu anggota Dewan yang lain datang. Di dalam diskusi kecil itu, Achsanul mengatakan, pihak Merpati dihadiri oleh tiga direkturnya, yakni Direktur Utama Merpati Rudy Setyopurnomo, Direktur Keuangan Muhammad Roem, dan Direktur Operasional Asep Eka Nugraha.

Sementara anggota Komisi XI yang ada di antaranya Zulkflimansyah, Soemaryoto, Andi Timo, dan Linda Megawati. "Yang aktif saat itu bertanya adalah saya, soal business plan-nya yang belum kami terima. Karena, business plan sebelumnya saat Dirut Merpati masih Pak Johnny itu lengkap dan detail sekali, sementara business plan Pak Rudy tidak ada," kata Achsanul.

Ia pun menegaskan, tidak ada candaan soal meminta jatah ataupun commitment fee yang dilontarkan anggota Dewan saat itu terkait penyertaan modal negara (PMN) dalam perbincangan santai dengan ketiga direksi tersebut.

"Tidak ada candaan yang menjurus ke arah situ. Sama sekali tidak ada. Makanya, saya bingung kenapa pertemuan itu disebut Pak Dahlan sebagai upaya pemerasan," ucap Achsanul lagi.

Achsanul menyatakan, kepentingan Komisi XI dengan Rudy hanyalah untuk menanyakan business plan Merpati. Tidak membahas persetujuan PMN. Pasalnya, pembahasan PMN Merpati senilai Rp 561 miliar sudah disetujui pada masa kepemimpinan Sardjono Johnny.

Namun, anggota Dewan memang sempat mengklarifikasi soal perlu atau tidaknya PMN itu lantaran saat Rudy baru memimpin, ia pernah melontarkan pernyataan bahwa Merpati tidak perlu PMN. Achsanul pun menjamin disetujuinya PMN senilai Rp 561 miliar untuk Merpati pada masa kepemimpinan Jhonny tanpa ada janji commitment fee.

"Kami jamin tidak ada karena kami tahu Merpati itu perusahaannya selalu rugi. Nilai kerugiannya sampai Rp 778 miliar, sementara utangnya Rp 2 triliun. Duit dari mana lagi, masa iya kita mintakan duit lagi," ucap Achsanul.

Baca juga:
Dahlan Iskan, DPR, dan 'Panggung Politik Praktis'
Bantah Peras BUMN, Andi Timo Menangis
Tidak Elok, Pejabat Saling Serang
SBY Harus Tertibkan Pembantunya yang 'Hobi' Gaduh

 

Berita-berita terkait lainnya dalam topik:
Kongkalikong di Kementerian
Dahlan Iskan Versus DPR

Dan, berita terhangat Nasional dalam topik:
Geliat Politik Jelang 2014

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Nasional
    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Nasional
    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Nasional
    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Nasional
    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

    Nasional
    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Nasional
    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Nasional
    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Nasional
    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Nasional
    'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

    "Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

    Nasional
    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Nasional
    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com