JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Bupati Buol, Amran Batalipu meminta kepada majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk dipindahkan ke Rumah Tahanan Cipinang Jakarta Timur dari Rumah Tahanan Jakarta Timur cabang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPJ). Permintaan itu disampaikan Amran dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (5/11/2012). Amran menjadi terdakwa kasus dugaan penerimaan terkait kepengurusan hak guna usaha (HGU) perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah.
Kepada majelis hakim, Amran menyampaikan sejumlah alasan yang mendorongnya untuk pindah rutan. Alasan pertama, Amran mengaku kalau penjenguknya kerap bentrok dengan pendukung Hartati Murdaya Poo yang ditahan di rutan yang sama dengan Amran. Hartati merupakan Presiden Direktur PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP) yang juga ditahan di Rutan KPK. Hartati diduga sebagai pihak penyuap Amran dalam kasus dugaan suap kepengurusan HGU di Buol tersebut.
Setiap waktu besuk, Hartati kerap dikunjungi puluhan karyawannya. Saking banyaknya karyawan Hartati yang membesuk, mereka sampai berbaris mengantri berjam-jam di depan pintu masuk Rutan KPK untuk menemui bos-nya itu.
“Kebetulan saya dan Hartati satu lantai di rutan. Saya sebagai terdakwa yang lebih dulu ditahan di sana, merasa kurang nyaman. Sejak Ibu Hartati ditahan, kelompok Hartati sering menyampaikan kata-kata seperti bupati pemeras, dan lain sebagainya,” ujar Amran.
Apalagi, menurut Amran, waktu kunjungannya sama dengan waktu besuk Hartati. “Saat kunjungan keluarga, kami disindir-sindir. Bu Hartati karena kalau waktu jenguk, karyawannya datang, itu yang menyebabkan tekanan untuk kami,” tambahnya.
Selain alasan bentrok dengan pengunjung Hartati, Amran minta dipindahkan ke Rutan Cipinang karena menilai penanganan kesehatan tahanan di rutan tersebut lebih baik dibanding Rutan KPK.
”Ada rekomendasi dokter, kalau saya perlu perawatan. Sehingga saya menyampaikan untuk pindah ke Rutan Cipinang karena di sana dokternya tersedia 24 jam. Kalau di KPK kan hanya pada hari kerja,” kata Amran.
Menanggapi permintaan Amran ini, Ketua Majelis Hakim Gusrizal meminta jaksa KPK untuk mengatasi permasalahan tersebut. Jika masalahnya tidak dapat diselesaikan, menurut Gusrizal, majelis hakim akan mengambil tindakan.
“Tolong saudara penuntut umum diskusikan, jangan sampai ada permasalahan baru. Sepanjang penuntut umum tidak bisa mengatasi, nanti kita ambil sikap selanjutnya. Mengenai tekanan pengunjung sehingga menimbulkan masalah baru, sampaikan kepada kepala rutan. Kalau tidak ada perubahan, tentu ini kan kewenangan majelis,” ujarnya.
Dalam kasus ini, tim jaksa KPK mendakwa Amran menerima pemberian atau janji berupa uang Rp 1 miliar dan Rp 2 miliar dari PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP) atau PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM) terkait kepengurusan hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit di Buol, Sulawesi Tengah. Uang senilai total Rp 3 miliar itu, menurut jaksa, diterima Amran dari Hartati dan petinggi PT HIP lainnya, yakni Gondo Sudjono, Yani Anshori, Totok Lestiyo, dan Arim.
Baca juga:
Eksepsi Ditolak, Pemeriksaan Amran Dilanjutkan
Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Hartati dan Dugaan Suap Bupati Buol
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.