Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Main Duit, Mulai dari Tanah Air sampai Mekkah

Kompas.com - 04/11/2012, 10:37 WIB

KOMPAS.com - ”Ibadah haji bisa dikatakan identik dengan pencucian diri. Namun, jangan bingung kalau ternyata ada sejumlah orang yang mengaku bisa berangkat ke Tanah Suci dengan cara memberi pelicin. Permainan uang bahkan berlangsung di seputaran Kabah, Masjidil Haram, di kota Mekkah, Arab Saudi.

Beberapa jemaah yang ditemui Kompas di Tanah Suci mengaku, ia tidak perlu antre seperti layaknya jemaah haji reguler untuk melaksanakan ibadah haji tahun ini. Cukup menunggu setahun. Tapi, jemaah yang tak bersedia disebutkan namanya itu mengatakan, ia harus memberi orang yang menolongnya Rp 5 juta per kepala. Artinya, harus menambah biaya Rp 10 juta untuk melaksanakan ibadah haji bersama pasangannya.

”Tapi saya masih mendingan. Kenalan saya di kawasan Tebet (Jakarta) mengaku sudah bayar Rp 30 juta per kepala supaya bisa diberangkatkan haji tahun ini. Enggak tahu deh akhirnya dia bisa berangkat atau enggak. Soalnya waktu itu, menjelang saya berangkat haji pertengahan Oktober lalu, dia mengaku belum ada kepastian tentang keberangkatan ke Tanah Suci,” tambah si jemaah tadi, Jumat (2/11/2012).

Ia melanjutkan ceritanya. Sebelum ini dia juga pernah ditawari oleh salah satu pejabat di lingkungan Kementerian Agama Jawa Barat untuk mengikuti ibadah haji tanpa antre. ”Waktu itu dia minta Rp 30 juta. Saya langsung bilang enggak mau. Akhirnya diturunkan menjadi Rp 15 juta, tetap aja saya enggak mau,” katanya. Nah, lanjutnya, baru tahun lalu ada lagi penawaran untuk membayar Rp 5 juta per kepala dengan masa tunggu satu tahun.

Beberapa jemaah mengaku, mereka juga bisa berangkat ke Tanah Suci tahun ini tanpa harus antre lama. Namun, tidak dipungut bayaran. ”Saya ditolong teman,” demikian penjelasannya.

Baik yang dimintai bayaran maupun tidak menyatakan, kepastian pemberangkatan mereka ke Tanah Suci memang diinformasikan mendadak. Artinya, mereka diminta melakukan pelunasan ONH setelah pemerintah menetapkan masa pelunasan ONH ditutup untuk umum. Persisnya, setelah beberapa hari pemberangkatan kloter pertama jemaah haji Indonesia tahun 1433 Hijriah ini.

Soal bayar ONH reguler ”plus” ini ternyata juga terjadi di daerah lain. ”Tetangga saya sudah bayar Rp 20 juta per kepala, ternyata enggak jadi berangkat haji. Padahal dia bayar untuk suami istri, berarti keluar uang Rp 40 juta. Orang KBIH (kelompok bimbingan ibadah haji) yang dia ikuti bilangnya dia bisa pergi haji. Ternyata gagal. Padahal dia sudah selamatan segala dan mengundang banyak orang. Semoga aja dia enggak stres,” kisah Masrifah, jemaah haji asal Gresik, Jawa Timur, saat ditemui di Masjidil Haram, Mekkah, Kamis.

”Kasihan tuh Pak Menteri Agama. Dia berupaya membersihkan lembaganya, kenyataannya masih banyak hal-hal seperti ini,” komentar jemaah asal Bekasi. Dia juga mengeluhkan tingkah beberapa pejabat di lingkungan Kementerian Agama Jawa Barat.

Ia mengaku berupaya minta dipindahkan ke Provinsi DKI supaya bisa berangkat ke Tanah Suci bareng dengan kakaknya. ”Kakak saya bisa pindah dari Tangerang ke DKI. Saya enggak dikasih. Kata orang DKI, biasanya butuh pelicin sekitar Rp 1,5 juta sampai Rp 2 juta untuk pemindahan seperti itu. Padahal, saya mengurus pemindahan kakak saya (dari Tangerang ke DKI) enggak pakai pelicin,” ujarnya.

Jual jasa

”Main duit” tak hanya di Tanah Air. Di Masjidil Haram pun ternyata ada orang Indonesia yang minta jasa untuk membantu jemaah mencium Hajar Aswad. Sesuai ajaran Islam, jemaah yang melakukan umrah atau ibadah haji disunahkan untuk mencium Hajar Aswad, yang letaknya di salah satu sudut Kabah, persisnya di sebelah kanan pintu Kabah.

Saat Kompas melakukan tawaf (mengelilingi Kabah tujuh kali), Kamis malam lalu, misalnya, di tengah prosesi itu muncul seorang pria muda menawarkan jasanya. ”Ibu mau diantar untuk nyium Hajar Aswad?” katanya, yang dibalas Kompas dengan gelengan kepala. Tak lama kemudian muncul lagi seorang pria menawarkan jasa serupa.

Terakhir, saat Kompas sedang antre mendekati Hajar Aswad, seorang remaja pria berbadan kecil menanyakan, apakah Kompas ingin mencium Hajar Aswad. Begitu mendapat jawaban ya, pria yang sudah berdiri di salah satu sisi tembok Kabah itu pun langsung memberi kode kepada tiga rekannya, yang ternyata sudah lebih dulu menegur Kompas. ”Mau nih...,” katanya kepada rekan-rekannya tersebut.

Selanjutnya, kepada Kompas, ia mengatakan, ”Ibu nanti kami tolong untuk mencium Hajar Aswad, tapi Ibu kasih kami uang ya,” ujarnya. ”Berapa?” tanya Kompas. ”Lima puluh riyal aja,” jawabnya. ”Enggak mau ah. Saya enggak boleh bayar untuk ibadah,” kata Kompas lagi.

”Ya udah, sedekah deh,” katanya, setengah membujuk. ”Enggak ah, saya mau antre aja,” jawab Kompas. ”Ibu enggak akan bisa ke sana sendiri,” kata anak remaja itu tanpa beban, lalu pergi mencari obyek lain.

Pantauan Kompas, keempat pria tersebut bekerja sama untuk menggusur orang-orang yang sudah antre mencium Hajar Aswad dengan tertib. Karena itu, tak sedikit yang gagal mencapai sudut Kabah tersebut, bahkan tergeser jauh akibat ulah mereka serta sejumlah jemaah yang juga tak mau antre untuk itu.

Ternyata, kebolehan orang Indonesia memanfaatkan berbagai momentum tak hanya terlihat di negeri sendiri, juga di Tanah Suci. ”Ibadah kok dibisniskan,” komentar seorang jemaah kesal.

(Fandri Yuniarti dari Mekkah, Arab Saudi)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

    Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

    Nasional
    Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

    Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

    Nasional
    Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

    Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

    Nasional
    Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

    Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

    Nasional
    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Nasional
    Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Nasional
    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Nasional
    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com