Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biarkan Kepala Negara Bicara

Kompas.com - 15/10/2012, 10:10 WIB

Peran seorang presiden dapat dilakukan oleh seorang politikus ulung plus manajer yang andal. Tapi peran seorang kepala negara tak bisa tidak harus dilakukan oleh seorang yang melampaui kualifikasi itu, untuk kemudian kita, seluruh bangsa, menobatkannya sebagai seorang negarawan: stateman bukan man of state.

Dalam dunia yang secara global menghadapi berbagai krisis akut, di bidang energi, keamanan, moneter, perdagangan, politik, hingga lingkungan dan kebudayaan ini, tentu saja dibutuhkan pemimpin yang memiliki visi jauh ke depan, kreatif dalam menyiasati keadaan, juga keteguhan atau keberanian dalam implementasi kebijakan. Dengan kepercayaan dan dukungan dari hampir seperempat miliar penduduk negeri ini, pemimpin yang tidak memiliki kapasitas seperti itu lebih baik dikandangkan atau berlatih memimpin dulu dengan simulator, yang tidak murahan karena dikorupsi.

Persoalannya kemudian, apakah sistem politik dan mekanisme perekrutan atau kaderisasi pemimpin kita saat ini memungkinkan lahirnya pemimpin dengan kapasitas seperti di atas? Menyaksikan cara bagaimana para ”calon” pemimpin kita saat ini bermunculan, lewat pencitraan kosong via media massa dan media sosial, lewat politik uang yang menggelikan sekaligus memalukan, lewat rekayasa karakter dari ambisi-ambisi personal yang over-estimate dalam refleksi-dirinya, rasanya kita bersama harus pesimistis.

Sistem dan mekanisme yang kita pilih sendiri ini ternyata hanya menjadi field¬- nya Bourdieu yang mempertarungkan juragan-juragan modal dalam sebuah pertandingan semu di antara segelintir adipati di kerajaan elite negeri ini. Pertandingan semu, yang di baliknya terjadi ”dagang sapi” sebagaimana jadi sejarah dan ”tradisi” politik kita, memberi izin terjadinya konspirasi oligarkis para (adipati) elite politik kita, yang lewat regulasi—produk mereka sendiri—memasung secara dini potensi tumbuhnya pemimpin nasional sejati, bahkan dari tingkat bibit.

Situasi ini tentu memberikan ancaman bagi kita, bagi bangsa dan negara kita, dalam usaha mencapai cita-cita ideologis maupun praktisnya. Tak akan lahir pemimpin yang visioner, budayawan dan negarawan, tidak akan pernah kita dapatkan kepala negara yang bekerja bukan di momen tertentu saja, atau karena ”tidak sengaja”. Tidak perlu seperempat miliar manusia, pantai terpanjang dunia, kepulauan terluas di atas bumi, atau kebudayaan mendapat respek sepanjang sejarah, bahkan negeri sekecil Singapura dan Timor Timur pun membutuhkan seorang negarawan.

Negarawan alias kepala negara inilah yang mampu bertindak dan mencegah kedegilan-kedegilan manusia yang diakibatkan sisi negatif dari manusia itu sendiri. Menjadi pembela dan pejuang kebudayaan—yang mengintegrasikan ambisi politik, ekonomi, hukum, hingga artistik—untuk mencapai keluhurannya tertinggi, meraih martabat puncaknya, meninggikan hingga optimum kemanusiaannya, dan akhirnya menjadi panglima bagi bangsanya guna memenangi masa depan.

Maka, biarkanlah (para kandidat) kepala negara saat ini bicara.

Radhar Panca Dahana Budayawan

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com