Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Pidato Lengkap Presiden soal KPK-Polri

Kompas.com - 09/10/2012, 16:03 WIB
Hindra Liauw

Penulis

Sebenarnya, Saudara-saudara, jika menyangkut sinergi dan koordinasi antara Polri dengan KPK dan bahkan Kejaksaan Agung, sudah ada Undang-Undang yang mengatur, baik dalam KUHP maupun KUHAP maupun Undang-Undang tentang KPK, juga sudah ada MoU antara KPK dengan Polri dan juga Kejaksaan Agung.

Jika MoU yang ada sekarang ini kurang memadai dan kurang tegas, silakan diperbaharui, utamanya yang berkaitan dengan kewenangan penyidikan, serta dalam keadaan apa, KPK mengambil alih dan bagaimana caranya pengambilalihan itu. Semuanya tentu harus mengalir dari Undang-Undang tentang KPK yang berlaku sekarang ini.

Saudara-saudara,

Saya ingin langsung masuk pada inti permasalahan, apa yang terjadi di antara KPK dan Polri, serta solusi seperti apa yang mesti kita jalankan. Ada tiga hal. Satu, perbedaan pandangan tentang siapa yang menangani dan memproses kasus dugaan korupsi atas pengadaan simulator SIM. Itu yang pertama.

Yang kedua adalah perbedaan pandangan tentang penugasan personil penyidik yang berasal dari Polri.

Sedangkan yang ketiga, insiden tanggal 5 Oktober 2012, seputar rencana elemen Polri untuk menegakkan hukum atas seorang Perwira Polri yang diduga melakukan pelanggaran hukum di waktu yang lalu, yang saat ini yang bersangkutan bertugas di KPK.

Tiga hal itulah yang ingin saya respons dan kemudian apa solusi atau jalan keluarnya.

Pertama, solusi tentang penanganan dan proses penegakan hukum kasus simulator SIM. Saya ingin jelaskan, segera setelah ada perselisihan antara KPK dan Polri menyangkut penanganan dugaan korupsi pengadaan simulator SIM kepada saya dilaporkan oleh Kapolri, bahwa setelah dilaksanakan pertemuan antara Kapolri dengan Pimpinan KPK disepakati, bahwa Irjen Djoko Susilo ditangani KPK, sedangkan sisanya ditangani Polri. Ternyata sikap dan pernyataan KPK kepada publik tidak seperti yang dilaporkan kepada saya sebelumnya.

Itulah sebabnya pada acara buka puasa bersama di Mabes Polri, tanggal 8 Agustus 2012, ketika saya bertemu, baik Kapolri dan Pimpinan KPK waktu itu, Pak Abraham Samad, saya sampaikan kepada beliau berdua, agar sesuai dengan Undang-Undang dan MoU bisa melakukan kerja sama yang konstruktif agar penangan kasus korupsi pengadaan simulator SIM itu bisa dilaksanakan dengan efektif dan akhirnya tuntas.

Pasca pertemuan itu, saya juga menyampaikan kepada Kapolri, agar dalam pelaksanaan penuntasan penegakan hukum yang melibatkan, baik KPK maupun Polri, dilaksanakan kerja sama yang sebaik-baiknya, termasuk saling membantu satu sama lain.

Di luar yang saya lakukan itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Pak Djoko Suyanto sesuai fungsi dan tugasnya sebenarnya juga terus bekerja untuk menengahi perselisihan kedua lembaga itu.

Hal ini perlu saya jelaskan pada seluruh rakyat Indonesia, bahwa dalam menjalankan roda pemerintahan, itu ada sistem dan aturannya. Tentu tidak semua masalah langsung ditangani Presiden, ada Menteri, ada Pimpinan Lembaga Pemerintahan Non Kementerian, di daerah ada Gubernur, ada Bupati, dan Wali Kota, ada juga Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung dan sebagainya. Mereka semua juga memiliki tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.

Namun, Saudara-saudara, kembali kepada isu silang pendapat antara KPK dan Polri ini, dalam perkembangannya nampaknya koordinasi dan sinkronisasi itu tidak berlangsung baik. Oleh karena itu, solusi yang kita tempuh adalah penanganan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Irjen Djoko Susilo dan sejumlah pejabat lebih tepat ditangani oleh satu lembaga, yaitu KPK. Karena jika dalam penyidikan nantinya cukup bukti untuk dilanjutkan ke penuntutan, tentu sejumlah pejabat yang diduga melakukan korupsi itu akan dituntut bersama-sama. Ini juga sesuai dengan Undang-Undang Tentang KPK Nomor 30 Tahun 2002, khususnya pasal 50.

Sedangkan jika ada kasus yang berbeda, tetapi terkait dengan penyimpangan pengadaan barang di jajaran Polri, saya dukung untuk ditangani Polri. Kepada saya dilaporkan bahwa Kapolri juga akan melakukan penertiban terhadap semua yang dianggap menyimpang dalam pengadaan barang di jajaran Polri.

Dalam hal ini, saya berterima kasih dan menyampaikan penghargaan bahwa terhadap langkah ini, Polri memberikan dukungan penuh dan pada prinsipnya juga akan melimpahkan hasil penyidikan yang telah dilakukan sesuai mekanisme yang akan diatur kemudian. Ini menunjukkan bahwa Polri juga serius di dalam menangani kasus ini.

Saudara-saudara,

Yang kedua, menyangkut perbedaan pandangan antara Polri dan KPK berkaitan dengan penugasan Perwira Polri sebagai penyidik di KPK. Aturan yang berlaku adalah Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 Pasal 5 Ayat 3, bahwa masa penugasan pegawai negeri yang dipekerjakan pada KPK paling lama 4 tahun dan hanya dapat diperpanjang satu kali.

Sesuai dengan kebijakan Polri yang saya ketahui, penyidik itu secara berkala dilaksanakan penyegaran, agar personil yang bersangakutan bisa mengikuti pembinaan karier yang lain, seperti pendidikan, tour of duty atau alih tugas, tour of area atau alih wilayah penugasan. Yang ini juga berlaku bagi setiap Perwira jajaran Polri, apalagi Saudara-saudara, mereka yang bertugas di KPK adalah personil yang dinilai baik, tentu karier mereka harus dibina agar kelak tumbuh menjadi pimpinan-pimpinan teras di jajaran Polri. Ini kebijakan Polri.

Di pihak lain, KPK berpendapat bahwa kebijakan seperti itu membatasi KPK dan tidak baik, jika terlalu cepat dilakukan penggantian, karena akan mengganggu tugas-tugas KPK yang akan terus berjalan. Yang menjadi masalah kemudian atas dasar perbedaan itu, baik Polri dan KPK langsung menetapkan kebijakan dan langkah tindakannya sendiri, yang jelas akan saling bertentangan. Misalnya, jika memang ada keinginan untuk melakukan alih status dari Perwira Polisi menjadi penyidik KPK, dalam arti harus berhenti dari keanggotaan Polri, itu ada aturannya. Ketentuan alih status seperti ini juga berlaku di jajaran TNI dan Polri untuk penugasan yang lain, untuk kepentingan yang lain. Bahkan alih status untuk Perwira Tinggi atau Golongan VI/b ke atas perizinannya hingga tingkat Presiden.

Solusi yang perlu ditempuh adalah kita akan segera keluarkan aturan baru, bahwa penugasan personil penyidik dari Polri ke KPK diberikan waktu yang cukup, yaitu 4 tahun, bukan maksimal 4 tahun, sehingga tidak terlalu cepat berganti.

Personil yang bersangkutan bisa diperpanjang selama 4 tahun lagi, tetapi perlu dikoordinasikan dengan Kapolri, agar sesuai pula dengan pembinaan karier Perwira yang bersangkutan, misalnya pendidikan atau penugasan apa dan kemudian bisa kembali lagi ke KPK.

Tetapi jika hal demikian dianggap tetap memutus efektivitas pelaksanaan tugas KPK, maka Perwira Polri tersebut diberikan peluang untuk mengundurkan diri atau alih status, jika personil yang bersangkutan bersedia sesuai dengan aturan yang berlaku. Tidak dibenarkan KPK secara sepihak memberhentikan personil penyidik dari Polri itu, karena mereka diikat oleh aturan Undang-Undang, termasuk ikatan masa dinas, serta disiplin dan etika Kepolisian. Sebaliknya pula, Polri tidak bisa secara sepihak menarik personil penyidik KPK itu, tanpa konsultasi dan bahkan persetujuan dari KPK.

Oleh karena itu, untuk hal ini, saya akan segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah yang tepat, baik untuk KPK dan kemudian juga baik untuk Polri berkenaan dengan kebijakan penugasan personil Polri di KPK untuk mengemban tugas sebagai penyidik. Itu isu yang kedua antara Polri dengan KPK.

Sedangkan yang ketiga, solusi untuk menuntaskan penegakan hukum anggota Polri, Komisaris Polisi Novel Baswedan, yang kebetulan sekarang sedang bertugas menjadi penyidik di KPK. Insiden itu terjadi, sebagaimana Saudara ketahui, pada tanggal 5 Oktober 2012 dan terus terang, hal itu sangat saya sesalkan.

Saya juga menyesalkan berkembangnya berita yang simpang siur kemudian dan akhirnya menimbulkan permasalahan sosial politik yang baru. Sebenarnya, jika KPK dan Polri pada saat itu bisa menjelaskan kejadian dengan benar dan jujur, tanpa bias apa pun, tentu masalahnya tidak akan menjadi seperti yang diisukan di tingkat masyarakat luas sekarang ini.

Terhadap hal ini, saya telah menyampaikan pendapat dan solusinya pada pertemuan tadi siang yang saya pimpin. Tapi saya ingin menyampaikan kepada seluruh rakyat Indonesia, agar setiap situasi, itu dilihat secara utuh menyeluruh, diletakkan dalam konteksnya yang lebih besar.

Sebenarnya, jika kita merujuk pada Konstitusi, Undang-Undang Dasar 1945, di situ dikatakan bahwa setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum. Inilah yang disebut dengan prinsip equality before the law. Sehingga jika terbukti ada kejahatan dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh seorang Warga Negara Indonesia, mestilah hukum itu ditegakkan, siapapun dia, apakah dia itu Presiden, Menteri, anggota DPR, Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, anggota Polri, jaksa, hakim, anggota KPK, anggota TNI, wartawan, dan siapapun. Bersamaan kedudukannya dalam hukum, equality before the law.

Dengan pemahaman atas Konstitusi, serta prinsip equality before the law, dan juga konsistensi dari the rule of law, maka jika ada anggota KPK melakukan pelanggaran hukum, kemudian diproses, tidaklah boleh serta merta dikatakan sebagai kriminalisasi KPK.

Laporan yang saya terima, dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anggota Polri yang sedang bertugas di KPK sekarang ini tidak terkait dalam pelaksanaan tugasnya sebagai penyidik KPK, tetapi dilaporkan kepada saya, itu terjadi 8 tahun yang lalu. Nah, dalam hal ini, saya ingatkan, dalam penegakan hukum semuanya harus berangkat dari niat baik, seraya tetap merujuk pada kebenaran, keadilan, dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, jangan ada motivasi lain. Misalnya, karena anggota Polri yang sedang melaksanakan tugas itu, ulangi, misalnya karena anggota Polri yang bersangkutan sedang melaksanakan tugas untuk melakukan penyidikan kasus pengadaan simulasi SIM tersebut, tidak boleh. Sebaliknya jangan setiap upaya penegakan hukum yang mengait kepada anggota KPK, langsung pula divonis sebagai upaya kriminalisasi KPK.

Namun demikian, menurut pandangan saya adalah sangat tidak tepat, jika ada tindakan untuk memproses Komisaris Polisi Novel Baswedan, atas dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan 8 tahun yang lalu itu sekarang ini. Timing-nya tidak tepat, pendekatan dan caranya pun juga tidak tepat. Itu pandangan saya dan kira-kira solusi yang akan kita tempuh menyangkut tiga hal yang juga merupakan sebutlah perselisihan antara KPK dengan Polri sekarang ini.

Saudara-saudara,

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

    Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

    Nasional
    Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

    Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

    Nasional
    Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

    Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

    Nasional
    UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

    UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

    Nasional
    Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

    Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

    Nasional
    Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

    Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

    Nasional
    Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

    Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

    Nasional
    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

    Nasional
    Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

    Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

    Nasional
    Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

    Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

    Nasional
    Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

    Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

    Nasional
    Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

    Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

    Nasional
    Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

    Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

    Nasional
    Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

    Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

    Nasional
    Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

    Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com