Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Balas Dendam terhadap KPK

Kompas.com - 01/10/2012, 09:04 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang disiapkan DPR dinilai sebagai bentuk nyata memereteli kewenangan KPK. Situasinya semakin berat setelah polisi dan KPK berselisih. Semua langkah pelemahan itu dinilai sebagai balas dendam terhadap KPK.

Kalangan DPR tampaknya yang paling getol menyuarakan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Dalam rapat internal Komisi III DPR tanggal 3 Juli 2012, semua fraksi menyatakan setuju untuk merevisi UU itu. Namun, setelah publik bersuara lantang terhadap rencana revisi UU tersebut, sebagian kalangan DPR mulai goyah.

Memang, anggota DPR termasuk yang sangat banyak diburu KPK dalam kasus-kasus korupsi. Menurut Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, akhir pekan lalu, KPK menyeret 240 terdakwa kasus korupsi ke penjara. Banyak di antara terdakwa kasus korupsi yang diseret ke penjara itu adalah anggota DPR atau DPRD.

”Semoga mereka jangan membalasnya melalui kekuasaan Dewan untuk melumpuhkan KPK sebagai aset negara dan rakyat. Jika pembalasan itu tetap digencarkan melalui DPR, mereka berarti mengkhianati amanat rakyat. Saya yakin Allah pasti berpihak kepada perlawanan korupsi sebagai perwujudan kemaksiatan politik parlemen,” kata Busyro.

Kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR antara lain pada proyek wisma atlet SEA Games di Palembang, dana penyesuaian infrastruktur daerah (DPID), dan proyek pengadaan Al Quran. Beberapa nama yang terseret antara lain Muhammad Nazaruddin, Angelina Sondakh, Wa Ode Nurhayati, Zulkarnaen Djabar, dan sebagian lagi yang terincar dalam sejumlah kasus korupsi.

Andrinof Chaniago, pengajar Kebijakan Publik Universitas Indonesia, melihat, pada umumnya partai memang resah terhadap langkah KPK. Pasalnya, pembiayaan politik partai diduga banyak berasal dari sumber yang abu-abu dan itu menjadi target pemberantasan korupsi oleh KPK. ”Keinginan partai itu sederhana, silakan KPK berantas korupsi, tetapi jangan ganggu kami dan sumber pembiayaan kami,” kata Andrinof.

Martin Hutabarat, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), mengakui, ada tendensi sejumlah elite partai untuk ”membonsai” kewenangan KPK agar tidak efektif dalam pemberantasan korupsi. ”Upaya pelemahan KPK disebabkan oleh mengendurnya semangat pemberantasan korupsi di negara kita. Elite-elite politik yang duduk di suprastruktur dan infrastruktur politik hampir semuanya berubah,” kata Martin yang dihubungi Sabtu (29/9/2012).

Menurut Martin, banyak orang yang duduk di parlemen sekarang tidak menghayati kekuatan korupsi, kolusi dan nepotisme yang meruntuhkan kekuasaan Orde Baru sehingga semangat pemberantasan korupsi tidak terlalu dihayati lagi. Orang yang tidak menghayati latar belakang berdirinya KPK itulah yang sekarang banyak berperan di politik.

”Ironisnya, sudah ada elite politik sekarang yang berpendapat KPK sebaiknya dibubarkan saja karena langkah-langkah penyadapan sudah mengkhawatirkan banyak orang. Bikin takut banyak orang,” ujar Martin.

Bambang Widjojanto, Wakil Ketua KPK lainnya, mengatakan, UU KPK bukan satu-satunya UU yang mengatur kewenangan penyadapan. ”Ada UU Terorisme dan UU Narkoba. Kami bisa menguji apakah penyadapan KPK itu law full atau tidak. Kami satu-satunya lembaga di Indonesia yang kewenangan penyadapannya sesuai standar law full dari dunia internasional,” katanya.

Contoh lain, kata Bambang, adalah pengawasan terhadap KPK. Argumen yang dibangun mungkin kelihatannya wajar, tetapi dasar argumentasinya lemah. ”Kalau dibilang kepolisian punya Kompolnas (Komisi Kepolisian Nasional), kejaksaan punya Komisi Kejaksaan, dan kehakiman punya Komisi Yudisial. Sekarang cek, berapa banyak aparat kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman di seluruh Indonesia. KPK itu cuma 700 orang,” katanya.

Menurut Bambang, anggota DPR yang mengajukan revisi UU KPK tak punya elan spiritualitas Orde Reformasi. ”Salah satu semangat reformasi itu pemberantasan korupsi harus tuntas. Mereka yang ingin merevisi UU KPK ini ingin mendelegitimasi itu karena tak punya elan dan spirit reformasi,” ujarnya.

Bahkan, lanjut Bambang, sesuai konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang pemberantasan korupsi yang juga diratifikasi Indonesia, negara membutuhkan lembaga independen pemberantas korupsi yang bebas intervensi dari kekuasaan mana pun.

Sebaliknya, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Sarifuddin Sudding, mengatakan, ”Sebagai wakil rakyat, justru kami meminta kepada KPK, kewenangan apa lagi yang diminta KPK dari yang selama ini sudah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 agar kasus Century, Hambalang, wisma atlet, dan PON bisa segera dituntaskan.”

Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Susetyo, mengatakan, ”Revisi UU KPK tidaklah benar sebagai langkah DPR untuk memperlemah kewenangan KPK. Kami meyakini target KPK adalah oknum DPR, bukan lembaganya. Karena itu, titik krusial yang hendak direvisi adalah soal kekosongan jabatan KPK yang belum diatur dalam undang-undang yang lama.”

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

    4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

    Nasional
    Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

    Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

    Nasional
    KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

    KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

    Nasional
    Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

    Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

    Nasional
    Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

    Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

    Nasional
    Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

    Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

    Nasional
    Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

    Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

    Nasional
    Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

    Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

    Nasional
    Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

    Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

    Nasional
    Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

    Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

    Nasional
    Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

    Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

    Nasional
    Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

    Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

    Nasional
    Nasib Pilkada

    Nasib Pilkada

    Nasional
    Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

    Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com