Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benahi Pola Perekrutan Kader

Kompas.com - 25/09/2012, 05:15 WIB

Mereka dipilih karena dinilai lebih memenuhi aspirasi rakyat yang menginginkan perubahan. ”Sudah diketahui, aspirasi masyarakat cenderung menginginkan perubahan lewat Jokowi-Ahok, tetapi partai-partai pendukungnya ngotot mengusung Foke-Nara dengan kalkulasi dapat mobilisasi dukungan publik lewat instrumen parpol,” kata Andrinof.

Oleh karena itu, partai-partai politik harus sungguh-sungguh merekam keinginan masyarakat dalam memajukan calon kepala daerah atau presiden. Jangan mengutamakan hasrat elite partai dengan mengandalkan instrumen politik praktis. Partai harus berdiri memihak keinginan masyarakat banyak.

Bagi Andi Irmanputra, kemenangan itu menggambarkan pertarungan sosok dan kinerja di antara para calon yang diusulkan partai. Momentum ini sebaiknya menyadarkan semua pihak bahwa partai jangan lagi menjadikan dirinya bagaikan rental mobil. Partai seakan bisa disewa para calon yang bermodal besar untuk mengantarkannya menduduki jabatan publik. ”Partai itu wajib untuk mencalonkan putra-putra terbaik bangsa untuk menjadi pemimpin daerah atau nasional,” katanya.

Apabila tetap mengutamakan calon pemimpin yang bermodal dan bisa membayar kerja politik, partai itu sesungguhnya telah melakukan kejahatan pengkhianatan konstitusi

Butuh perubahan

Menurut sosiolog Tamrin Amal Tomagola, sekarang ini rakyat memimpikan ada pemimpin yang mendatangi dan menempatkan diri sama tinggi dengan masyarakat.

”Tetapi mulai dari mana? Itu yang sepertinya belum juga terjawab setelah lebih dari satu dasawarsa pascareformasi. Ketika ada figur yang dinilai bisa mewujudkan impian itu, warga pun berupaya mengangkatnya menjadi pemimpin,” kata Tamrin.

Lihat saja, sebagian warga Jakarta rela membeli baju motif kotak-kotak dan uang hasil penjualan baju disumbangkan untuk dana kampanye Jokowi-Ahok.

Dilihat dari dinamika sosialnya, warga kelas bawah dan menengah di Jakarta ini jumlahnya berimbang. Di sisi lain, kelas bawah merasa ditipu oleh janji-janji para politisi.

”Katanya mau disejahterakan, ternyata tidak ada program pembangunan yang jelas bagi mereka. Dengan alasan masing-masing, itu, kelas menengah dan bawah kini berupaya menentukan nasib mereka sendiri. Mereka tak bisa dipermainkan lagi dengan isu SARA karena tahu akar masalahnya,” katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com