Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semangat Pilkada Jakarta Bisa Jadi Model Indonesia

Kompas.com - 24/09/2012, 08:21 WIB

Ketua Bidang Politik dan Hubungan Antarlembaga DPP PDI-P Puan Maharani mengakui, kemenangan Jokowi tak terlepas dari sinergi antara mesin partai yang solid, figur calon yang bersih dan membumi, serta dukungan relawan dan masyarakat luas.

”Harus saya katakan, mesin partai berjalan dengan baik. Kami bisa bergotong royong dan bersinergi, mulai dari legislatif, mesin partai di kepengurusan, hingga kepala daerah. Semua bergotong royong untuk memenangi Pilkada DKI,” kata Puan.

Jokowi juga merupakan kader PDI-P yang memiliki figur kuat dan membumi. Jokowi dinilai berhasil membuat perubahan di Solo. Harapan dan dukungan relawan dan masyarakat luas juga sangat besar sehingga Jokowi- Basuki bisa memenangi pilkada.

Jokowi fenomena khusus

Pilkada DKI Jakarta memiliki nilai tersendiri bagi Partai Demokrat yang, bersama Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Hanura, mengusung pasangan Foke-Nachrowi.

Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Saan Mustopa menilai fenomena Jokowi ini merupakan fenomena sangat khusus. ”Dari seseorang yang waktu itu belum terlalu populer, dalam waktu tidak lama Jokowi tampil sebagai orang yang sangat populer dengan elektabilitas tinggi,” ujarnya.

Menurut Saan, Partai Demokrat tidak mendukung Jokowi karena pada awal pencalonan gubernur DKI, popularitas Jokowi tidak tinggi. ”Waktu itu, popularitas Fauzi Bowo jauh mengungguli lawan-lawannya,” katanya.

Saan mengakui faktor figur berperan penting. Dia sebaliknya membantah bahwa mesin politik partai tidak bekerja efektif. Menurut Saan, fenomena figur yang serupa terjadi pada diri Susilo Bambang Yudhoyono. Ketika itu, selain memenangi pemilihan presiden dua periode, figur Yudhoyono mampu mengantar Partai Demokrat mendulang suara besar dalam Pemilu 2004 dan 2009.

Pengajar politik Universitas Gadjah Mada, Ari Dwipayana, bahkan melihat posisi Jokowi saat ini bisa disebandingkan dengan posisi Megawati Soekarnoputri tahun 1999, yakni menjadi common denominator bagi aliansi lintas kelas yang luas.

Jokowi menjadi simbol pemimpin alternatif, sejalan dengan keinginan masyarakat akan perubahan kepemimpinan DKI. Namun, Ari mengingatkan, dukungan semacam itu bisa sangat mudah berubah ketika ada ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan nantinya. ”Aliansi seperti itu longgar dan cair dan bisa cepat swing kalau terjadi ketidakpuasan pada Jokowi,” katanya.

Masa depan kepemimpinan Jokowi di Jakarta nanti, menurut Ari, pada akhirnya akan bergantung pada kapasitas Jokowi untuk mentransformasikan ekspektasi perubahan ke dalam kerja-kerja politik di pemerintahan.

(RAY/ART/FER/WHY/DIK/ATO/FRO/BRO)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com