Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Dinilai Belum Lindungi Petani Tembakau

Kompas.com - 14/09/2012, 05:15 WIB
Imanuel More

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah RI dinilai kurang memberikan perhatian kepada petani tembakau dan industri-industri kecil yang berhulu pada tembakau. Sebaliknya, pemerintah dianggap lebih memayungi kepentingan industri rokok internasional dan kepentingan perdagangan global.

Pandangan tersebut disampaikan beberapa pembicara dalam diskusi bertema "Kretek versus Kapitalisme Global" di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (13/9/2012). Peneliti institute for Global Justice, Salamuddin Daeng, mengutarakan bahwa meskipun ada jutaan orang yang menggantungkan hidup dari pertanian tembakau ataupun usaha kecil di bidang rokok kretek, subsidi dan perlindungan dari pemerintah hampir tak terlihat.

"Pemerintah Amerika dan negara-negara Eropa saja sangat melindungi pertanian tembakau. Mereka memberikan subsidi dalam banyak aspek dalam hal tembakau. Tetapi di sini sepertinya ingin dihancurkan. Itu patut dipertanyakan," kata Salamuddin.

Oleh karena itu, ia menilai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.04/2010 mengenai Hubungan Istimewa Perusahaan Rokok dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tembakau justru berdampak buruk bagi industri rokok Tanah Air.

Hal senada disampaikan Poempida Hidayatullah, anggota Fraksi Golkar DPR RI. Ia menjelaskan, industri rokok menyerap tenaga kerja yang sangat besar. Tidak hanya itu, kontribusi rokok untuk APBN menempati urutan ketiga dengan nilai mencapai puluhan triliun rupiah.

"Ada 30 juta orang yang bergantung pada industri rokok. Mulai dari pengusaha besar, menengah dan kecil, petani, pengecer, bahkan hingga konsumen. Kalau industri ini dimatikan, entah apa dampaknya," ujar Poempida.

Atas dasar itu, anggota Komisi IX DPR RI itu berharap penerapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebaiknya dievaluasi atau ditunda. Dengan kondisi politik yang memanas menjelang Pilpres 2014, ia mengkhawatirkan gejolak yang terjadi pada industri rokok bisa menjadi bahan permainan politik.

"Ini kan dekat dengan 2014, Pemilihan Umum. Digoyang sedikit saja, barangkali ada kucuran uang, dan uangnya bisa digunakan untuk kepentingan politik," kata Poempida.

Anggota Komisi IX, Rieke Dyah Pitaloka, menilai pemerintah terlalu berupaya memayungi kepentingan bisnis asing dalam kebijakan tembakau dan rokok. Ia melihat, potensi industri tembakau secara nasional sangat berpotensi mendatangkan peluang yang besar. Peluang tersebut justru mengundang korporasi-korporasi asing mengintip peluang mendulang keuntungan. Sayangnya, bukannya berpihak pada industri nasional, pemerintah lebih mengarahkan perhatian pada keuntungan yang diperoleh dari investor asing.

"Saat ini industri tembakau kita sangat bagus. Asing tidak senang. Mereka lebih senang kalau kita jadi konsumen dan tempatnya buruh dengan upah murah," kata Rieke dalam kesempatan yang sama.

Oleh karena itu, Rieke dan pembicara lainnya menduga, PMK dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tembakau merupakan penyaluran kepentingan asing yang dibingkai dalam bentuk peraturan pemerintah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com