JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar, mengatakan bahwa KPK lebih berhak menangani kasus dugaan korupsi pengadaan simulator ujian surat izin mengemudi di Korps Lalu Lintas Polri (Korlantas Polri).
Hal tersebut disampaikannya saat ditemui puluhan buruh yang tergabung dalam Majelis Pekerja dan Buruh Indonesia (MPBI) di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1A Tangerang, Sabtu (25/8/2012). "Kita tanya, siapa yang lebih berhak. Pak Antasari menyatakan yang lebih berhak adalah KPK. Kan polisi menggunakan KUHAP Pasal 109 di mana tidak boleh berhenti. Tapi Pak Antasari bilang harus juncto, ada lex specialis pada Undang-Undang KPK Pasal 50. Kasus Korlantas, kita berdiskusi tadi, maka KPK harus mengatakan Polisi berhenti," ujar Ketua Presidium MPBI Said Iqbal saat ditemui di LP Kelas 1A Tangerang, Sabtu.
Said menambahkan, Antasari menyebutkan bahwa hal itu mengacu pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, bukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Ketentuan Hukum Acara Pidana (KUHAP). Menurut Antasari, dalam hukum dikenal lex specialis lex generalis, hukum khusus menggantikan hukum umum. Dalam hal ini, UU KPK dan tindak pidana korupsi merupakan hukum khusus, sedangkan UU KUHAP adalah hukum umum. Selain itu, hukum yang baru juga mengesampingkan hukum lama.
Selain menjenguk Antasari, para buruh tersebut juga memberikan dukungan terhadap pemberantasan korupsi. Para buruh menilai bahwa jika korupsi merajalela, maka para buruhlah yang merasakan dampak buruknya. "Kami berpendapat, KPK harus didukung dan diperkuat agar korupsi diberantas sehingga biaya ekonomi tinggi harus dikurangi. Dengan demikian, buruh dan rakyat bisa sejahtera. Korupsi merajalela, buruh akan menderita, buruh akan menjadi miskin," ujar Said.
Said mengatakan, buruh siap mendukung KPK dalam memberantas korupsi. KPK dianggap sebagai satu-satunya lembaga yang diharapkan mampu memberantas korupsi. Said menyatakan telah bertemu perwakilan KPK untuk memberi dukungan dan mendesak KPK menyelesaikan kasus-kasus besar seperti korupsi simulator SIM di Korlantas Polri.
"Kami sudah bertemu KPK sebelumnya, kami bertemu Johan Budi (Juru Bicara KPK) dan Pak Abdullah Hehamahua (Dewan Penasihat KPK). Di situ kami meminta sikap KPK dalam menangani kasus-kasus besar, khususnya kasus Korlantas itu. Kami berdiskusi dan sepakat dengan kaum buruh untuk bersama memberantas korupsi," kata Said.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.