Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kabareskrim: KPK Tak Mungkin Ambil Alih Kewenangan Kasus Korlantas

Kompas.com - 08/08/2012, 10:37 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Komisaris Jenderal Sutarman mengatakan bahwa KPK tak mungkin mengambil alih kewenangan kasus dugaan korupsi simulator SIM. Hal itu mencermati isi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"KPK punya kewenangan untuk mengambil alih yang tertuang dalam Pasal 8. Tetapi, Pasal 8 ini syaratnya kan Pasal 9, sepanjang kasus tidak ditangani, ditelantarkan, dan sebagainya. Tapi, ini kita cepat tangani. Mungkin enggak diambil? Enggak mungkin," ujar Sutarman yang ditemui seusai shalat tarawih di Masjid Al-Ikhlas Mabes Polri, Jakarta, Selasa (7/8/2012) malam.

Menurut Sutarman, Pasal 9 menyebutkan, pengambilalihan penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan:

  • a. laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti;
  • b. proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-larut atau tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;
  • c. penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya;
  • d. penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi;
  • e. hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif;
  • f. keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

Menurut Sutarman, hal tersebut telah dipenuhi Polri sehingga KPK pun tak dapat mengambil alih. Ia pun mengembalikannya pada Undang-Undang Dasar Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Ia bersikeras tetap melanjutkan penyidikan karena tak ada satu pasal pun dalam KUHP yang menyatakan Polri harus menghentikan penyidikan.

Dikatakan Sutarman, yang diperdebatkan saat itu hanyalah Undang-Undang KPK dalam Pasal 50 ayat 4 yang berbunyi: "Dalam hal penyidikan dilakukan secara bersamaan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi, penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan tersebut segera dihentikan."

Sutarman pun menegaskan tak dapat menghentikan penyidikan karena telah menahan para tersangkanya pada Jumat (3/8/2012). "Itu yang diperdebatkan Pasal 50 ayat 4, tapi di mana saya harus menghentikan? Kalau saya sudah menahan orang, bagaimana menghentikannya? Tidak ada satu pasal pun. Pasal 109, kalau tidak cukup bukti dan sebagainya, KUHAP. Tapi ini buktinya cukup, dari mana saya bisa menghentikan? Tidak bisa," tandasnya.

Sutarman mengingatkan bahwa para pimpinan, Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo dan Ketua KPK Abraham Samad, telah sepakat pada pertemuan Selasa (31/7/2012) di Mabes Polri. Penyidikan yang dilanjutkan Polri pun atas dasar kesepakatan saat itu.

"Yang ditangani polisi DP (Didik Purnomo), pejabat pembuat komitmen sampai dengan ke bawah. Itu sesuai dengan komitmen pertemuan Pak Kapolri tanggal 31 Juli. Kesepakatan pimpinan itu adalah perjanjian moral, yang itu lebih tinggi dari segalanya," terang Sutarman.

Sutarman menuturkan, jika tidak juga ada kesepakatan atau tidak ada titik temu, ia siap menyelesaikan di peradilan. Namun, Sutarman belum memastikan apakah kasus tersebut akan dibawa ke Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung. "Kalau memang itu dianggap tidak sepakat, ya selesaikan di peradilan," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    [POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

    [POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

    Nasional
    Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

    Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

    Nasional
    Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

    Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

    Nasional
    Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

    Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

    Nasional
    Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

    Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

    Nasional
    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

    Nasional
    Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

    Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

    Nasional
    7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

    7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

    Nasional
    Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

    Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

    Nasional
    Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

    Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

    Nasional
    Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

    Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

    Nasional
    BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

    BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

    Nasional
    Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

    Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

    Nasional
    Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

    Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com