Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Kembali Jerat Pengusaha dalam Kasus Buol

Kompas.com - 07/08/2012, 21:56 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membidik tersangka baru dalam kasus dugaan suap kepengurusan hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit di Buol, Sulawesi Tengah. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengisyaratkan kalau tersangka baru itu kembali dari kalangan pengusaha.

"Jadi mudah-mudahan pengusahanya dalam waktu yang tepat dan sudah ada dua alat bukti. Tidak ada halangan bagi kami untuk menaikan status penanganan kasus ini," kata Bambang di Jakarta, Selasa (7/8/2012).

Namun dia tidak menyebutkan siapa tersangka baru yang dimaksud itu. Menurut Bambang, pada saat yang tepat nanti KPK akan menyampaikannya. Tersangka baru itu, lanjutnya, sudah diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan suap di Buol ini.

Informasi yang dihimpun dari KPK menyebutkan kalau pengusaha Hartati Murdaya Poo sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap Buol. Hartati yang juga anggota dewan pembina Partai Demokrat itu dikenal sebagai pemilik PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP) dan PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM) yang memiliki kebun kelapa sawit di Buol.

Saat dikonfirmasi soal status Hartati sebagai tersangka ini, Bambang tidak membantahnya. "Jadi nanti pada saat yang tepat akan dikemukakan progres (perkembangan) pemeriksaan kasus Buol. Setelah progres itu dikemukakan baru nanti pimpinan akan mengambil keputusan," ungkap dia.

Sejauh ini KPK sudah menetapkan tiga tersangka kasus dugaan suap Buol, yaitu Bupati Buol Amran Batalipu dan dua petinggi PT HIP, yakni Gondo Sudjono dan Yani Anshori. Kedua petinggi PT HIP yang menjadi anak buah Hartati itu diduga menyuap Amran dengan uang Rp 3 miliar terkait penerbitan HGU perkebunan kelapa sawit di Buol. Informasi dari KPK menyebutkan kalau pemberian ke Amran itu dilakukan karena ada perintah dari Hartati ke Yani.

Terkait penyidikan kasus ini, KPK sudah meminta Imigrasi untuk mencegah Hartati bepergian ke luar negeri. KPK juga memiliki bukti berupa rekaman pembicaraan antara Hartati dengan Amran yang isinya permintaan Hartati agar Amran mengurus HGU lahan perkebunannya di Buol.

Sejauh ini, KPK sudah dua kali memeriksa Hartati. Seusai diperiksa, Hartati mengaku pernah bertelepon dengan Amran. Namun dia membantah menyuap. Menurut Hartati, pemberian uang ke Amran itu terkait keamanan perusahaannya di Buol yang tidak kunjung kondusif. Sementara pengacara Hartati, Patra M Zein, mengatakan kalau kliennya diperas Amran.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com