Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konflik "Cicak Vs Buaya" agar Tidak Terulang

Kompas.com - 02/08/2012, 16:00 WIB
Frans Sarong

Penulis

KUPANG, KOMPAS.com - Konflik "cicak vs buaya" antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri diharapkan tidak terulang dalam penanganan kasus dugaan korupsi alat simulasi mengemudi kendaraan roda dua dan empat untuk SIM di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Mabes Polri.

Pihak Polri seharusnya mendukung agar kasus tersebut diusut hingga tuntas karena yang diduga terlibat bukan lembaga, tetapi oknum polisi.

Hal itu disampaikan Antonius Ali, praktisi hukum yang juga pengacara di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Kamis (2/8/2012).

Seperti sebelumnya, penanganan kasus kali ini juga dilakukan KPK. Kasusnya melibatkan dua jenderal polisi, yakni Irjen Djoko Susilo (mantan Kepala Korlantas dan kini Gubernur Akpol di Semarang) dan Brigjen (Pol) Didik Purnomo (Wakil Kepala Korlantas). Keduanya sudah ditetapkan sebagai tersangka dan juga sudah dicegah bepergian ke luar negeri.

Menurut Antonius Ali, tanda-tanda bakal kembalinya potensi konflik serupa terlihat ketika sekitar 30 petugas KPK melakukan penggeledahan di Mabes Korlantas di Jakarta, Selasa (31/7/2012) malam lalu.  

Mengutip laporan berbagai media, ia menyebutkan, saat penggeledahan sempat terjadi ketegangan. Itu terjadi menyusul kehadiran sejumlah personel dari Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Mereka menghadang petugas KPK untuk melanjutkan penggeledahan.

Meski suasana akhirnya terselesaikan setelah tiga pimpinan KPK menemui Kapolri Jenderal Timur Pradopo, Antonius Ali tetap melukiskan bahwa penghadangan tersebut sebagai tindakan yang tidak pada tempatnya oleh sekelompok personel Polri terhadap puluhan petugas KPK. Kasus dugaan korupsi itu melibatkan dua jenderal polisi sebagai oknum, bukan Polri sebagai lembaga.

Ia yakin, segenap masyarakat bangsa ini berada di belakang KPK, termasuk dalam penanganan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Irjen Djoko Susilo dan Brigjen (Pol) Didik Purnomo.

"Jika penghadangan tetap saja terjadi, KPK bisa meminta dukungan Presiden Sulilo Bambang Yudhoyono sebagai Kepala Negara," tambah Antonius, yang mantan dosen Fakultas Hukum Undana, Kupang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Nasional
    Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Nasional
    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Nasional
    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

    Nasional
    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

    Nasional
    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Nasional
    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com