JAKARTA, KOMPAS.com - Peningkatan gaji hakim minimal Rp 10,6 juta seharusnya membuat para hakim tahan dari godaan suap atau terlibat praktik mafia peradilan. Gaji sebesar itu dinilai cukup untuk hidup hakim sekeluarga.
"Perhitungannya sudah memasukkan aspek ketahanan. Dengan uang segitu sudah bisa hidup cukup sehingga tahan dari godaan suap atau jual beli putusan," kata anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari di Jakarta, Rabu (25/7/2012).
Hal itu dikatakan Eva ketika dimintai tanggapan sikap pemerintah yang menyepakati gaji hakim dengan masa kerja nol tahun sebesar Rp 10,6 juta-Rp 11 juta. Disepakati juga tunjangan hakim di luar fasilitas atau tunjangan yang diberikan sesuai dengan ketentuan sebagai pejabat negara seperti perumahan, kendaraan, dan tunjangan kemahalan berdasarkan zona daerah.
"Ditambah nanti tunjangan perumahan, kemahalan. Ada tiga ketentuan berdasarkan jenjang karier, jabatan, dan wilayah kelas pengadilan mengenai perbedaan besarannya," kata Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Ridwan Mansyur.
Eva menambahkan, selain meningkatkan kesejahteraan hakim, MA juga harus membangun mekanisme kerja menjadi lebih transparan dan akuntabel agar hakim bisa membuat putusan yang adil tanpa terkontaminasi pihak luar. Eva berharap MA juga membangun sistem whistle blower.
Selain itu, Eva berpendapat bahwa perlu adanya perbaikan pelayanan publik, seperti pemberitahuan putusan, jadwal sidang, dan lainnya, melalui internet hingga tingkat pengadilan tinggi maupun pengadilan negeri. "Sehingga masyarakat pencari keadilan bisa memantau kasus dan kepastian hukum bisa terwujud," ujar Eva.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.